Pengamatan satelit GPS di ketiga stasiun referensi dan KA menggunakan sistem penerima GPS tipe geodetik dua frekuensi. Antena GPS dipasang di bagian depan atas lokomotif. Koordinat relatif KA terhadap stasiun referensi dari waktu ke waktu diketahui dengan mengolah data GPS. Dalam penelitian ini perlu ditetapkan konfigurasi satelit yang sesuai sepanjang jalur KA Bandung-Jakarta.
”Posisi absolut kereta dalam tampilan tiga dimensi minimal memerlukan empat satelit dan untuk dua dimensi horizontal minimal perlu tiga satelit,” ujar Hasanuddin yang melakukan uji coba pemantauan itu bersama Najib Faizal dari Kelompok Keilmuan Geodesi ITB.
Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah satelit dipengaruhi oleh perubahan konstelasi satelit GPS dengan waktu. Hal ini juga disebabkan oleh kondisi topografi, pepohonan, serta bangunan di sepanjang rute perjalanan KA.
Secara umum, keberadaan satelit GPS pada rute KA Jakarta-Bandung dapat dikatakan baik karena setidaknya 90 persen waktu pengamatan dapat diamati secara kinematik oleh empat atau lebih satelit.
Teknik kinematik yang dikembangkan Hasanuddin yang meraih doktor dari Universitas New Brunswick, Kanada, itu lebih baik dibandingkan dengan sistem lama atau statik. Kelebihannya adalah pada kecepatan penentuan posisi meski pesawat penerimanya bergerak.
Uji coba di laboratorium menunjukkan, kecepatan penentuan posisi berada pada orde detik, yaitu sekitar dua hingga tiga detik. ”Dalam kondisi diam saja receiver dengan metode lama memerlukan waktu setengah hingga satu jam,” ungkapnya.
Dari hasil studi awal ini disimpulkan, sistem pemantauan pergerakan KA dengan GPS berprospek baik untuk diterapkan pada jalur KA Bandung-Jakarta.
Riset unggulan Aplikasi GPS telah dimulai di Indonesia melalui program Riset Unggulan Terpadu. Program ini dilaksanakan oleh Jurusan Geodesi ITB bekerja sama dengan Pusat Ilmu Komputer ITB untuk menerapkan GPS pada sistem pengelolaan transportasi.
Uji coba dilakukan pada armada taksi di Jakarta. Dengan sistem ini, gerakan seluruh armada taksi dapat terpantau dari pusat pengendali. Dengan mengoperasikan sistem satelit navigasi, pemantauan posisi dan pergerakan suatu obyek di permukaan bumi dan di atmosfer memang dapat dilakukan.
Sistem satelit navigasi yang paling banyak digunakan adalah Navstar-GPS (navigation satellite timing and ranging-global positioning system), yang biasa disebut GPS saja.
Satelit GPS milik Departemen Pertahanan Amerika Serikat pertama kali diluncurkan pada 1978. Sistem ini terdiri dari konfigurasi 24 satelit yang melayang pada ketinggian 20.000 km. Di dalamnya termuat radio navigasi dan fasilitas penerima sinyal untuk menentukan posisi obyek. Penggunaan satelit GPS untuk tujuan sipil dimulai pada 1982.
Di Indonesia, aplikasinya, antara lain, untuk bidang geologi: deformasi gunung api, penurunan tanah, pergerakan tanah lereng, serta aktivitas tektonik di sejumlah lokasi di Indonesia. Alat GPS juga dimanfaatkan Badan Pertanahan Nasional untuk menetapkan titik persil.
Sebagai sistem satelit navigasi global, GPS bukan satu-satunya sistem di ruang angkasa. Ada Glonass milik Rusia yang memiliki 19 satelit, tetapi bentuknya konservatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.