Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Totalitas Teknologi Informasi "Microfinance"

Kompas.com - 20/10/2010, 12:11 WIB

Saya tidak menampik ada yang membangun dengan optimal. Ambil contoh BPR Karyajatnika Sadaya (BPR KS). Bank mikro terbesar di Jabar ini memiliki 17 kantor cabang, 15 kantor kas, dengan nasabah 360.000 orang, plus fasilitas layanan mumpuni.

Microfinance satu ini memiliki electronic data capture for payment dengan mitra lebih dari 7.000 poin, ATM BPR KS (yang terintegrasi dalam jaringan ATM bersama), Internet/SMS/Phone Banking, dan Automatic Deposit Machine.

Akan tetapi, yang terbaik sekalipun di Indonesia, ternyata kalah dibandingkan Grameen Bank. Sebab, investasi TI perbankan tersebut rata-rata mencapai 100 juta dollar AS per tahun! Sebuah nominal yang belum tentu BUMN keuangan Indonesia menerapkannya.

Dengan 2.564 kantor cabang, 268 kantor area, dan 40 kantor wilayah. Grameen Bank menerapkan aplikasi TI bernama MIFOS alias Microfinance Opensource-yang kesehariannya ditunjang baterai cadangan komputer sehubungan listrik yang kerap mati.

Dengan menerapkan strategi web bertajuk based management information system berkode terbuka, cara ini memungkinkan antar cabang di Grameen melakukan operasional secara real time, efisien, dan amat handal.

Selain perangkat lunak terbuka, kantor menyediakan komputer, baterai, dan akses Internet 56 s.d 512 Kbps. Karenanya, seperti ditulis www.mifos.org, MIFOS berhasil diinstalasi sedikitnya di 120 cabang kantor mencakup 280.000 pengguna.

Dengan totalitas inilah, sambung Shajahan, pada posisi Mei 2010, total deposito Grameen Bank sudah mencapai 1.288 miliar dollar AS sementara nilai kredit yang dipinjamkan 875,08 miliar dollar AS.

Kedua, belum adanya regulasi spesifik dari Bank Indonesia yang mengatur pemanfaatan TI bagi BPR/BPRS. Hal ini membuat proses standarisasi dan pengembangan belum terpayungi aturan terarah dari regulator. Situasi ini membuat belum jelasnya produk/layanan berbasis TI apa saja yang dapat diberikan BPR/BPRS. Juga, belum jelasnya jenis laporan ke Bank Indonesia terkait produk/layanan berbasis TI di BPR/BPRS.

Otomatis ketentuan manajemen resiko TI bagi bank perkreditan rakyat sendiri, boleh disebut, belum total. Padahal, secara natural, tingkat kesadaran keamanan sistem BPR sendiri lebih rendah dari bank umum.

Menyitir PBI No.8/2006 yang menyebutkan kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan ATM yang diselenggarakan sendiri BPR, hanya dapat dilakukan dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor induknya.

PBI itu menetapkan kegiatan payment point dengan areal sama terbatasnya. Sementara dalam kebijakan remittance, BPR hanya dapat bertindak sebagai sub agen layanan jasa keuangan pengiriman uang. Itu pun sebatas incoming transfer.

Atas celah-celah regulasi bagi microfinance semacam BPR/BPRS ini, saya menilai laju dan faedah keuangan mikro di Indonesia masih tertahan. Tidak bisa deras dan massif menolong masyarakat seperti diraih Grameen Bank.

Penulis, Dimitri Mahayana adalah pendiri sekaligus chief lembaga riset telekomunikasi dan informasi berbasis di Bandung, Sharing Vision dan Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com