Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iklan Bergerak

Mari Menghitung Biaya Mobile Advertising

Kompas.com - 25/10/2010, 13:34 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dulu, sebuah gerai roti yang sekarang sudah ternama hanya memiliki budget untuk iklan sebesar Rp 200 juta. Dengan ongkos sebesar ini bisa saja mereka memutuskan untuk memasang iklan di media cetak yang terbit secara nasional. Namun, pasti gerai roti ini hanya cukup sekali untuk melakukan promosi yang memang membutuhkan biaya besar. Selanjutnya mereka hanya bisa menunggu respon balik dari konsumen.

Efektivitas beriklan baru bisa diukur setelah memperoleh feed back dari seberapa besar tingkat kedatangan, pembelian, dan kepercayaan dari konsumen. Ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bahkan barangkali sulit membuat standar keberhasilan.

Maka, gerai roti dengan aneka rasa itu memilih untuk membuat kupon. Lalu kupon dibagi-bagikan secara gratis. Katakan setiap kupon seharga Rp 200 ribu, maka mereka akan mencetak 1.000 kupon untuk membidik 1.000 calon konsumen.

Bagi konsumen menerima kupon sebesar 200 ribu rupiah tentu merupakan suatu kejutan. Maka dalam tempo sekejap, gerai roti itu langsung dibanjiri konsumen. Apa daya, ruang gerai yang relatif sempit tak bisa menampung para penerima kupon itu. Yang terjadi kemudian adalah antrean panjang.

Soal rasa dan inovasi produk tetaplah penting untuk sebuah produk bernama roti. Tapi soal ini nomor dua dalam kasus tersebut. Pertunjukan antrean itu sendiri sudah merupakan daya tarik yang membuat siapapun yang ada di situ curious, ingin tahu. Tidak heran jika kemudian yang tak mendapat kupon pun ingin membaur, mengantre, dan membeli agar menjadi bagian dari hype.

Gerai roti ini sukses menciptakan image tentang rotinya yang diserbu banyak orang. Konsumen rela mengantre. Lantas apa kesan yang muncul di benak masyarakat waktu itu?

Kalau mengantre, bukankah produk yang ditawarkan sudah jelas enak. Maka, berduyunlah orang menyerbu pada hari-hari selanjutnya. Kupon tentulah sudah habis, tapi antrean masih tetap panjang.

Di satu sisi gerai roti ini sukses. Namun di sisi lain, mereka mengabaikan biaya lain. Apa itu? Biaya cetak kupon dan validasi, biaya penyebaran kupon, juga biaya tenaga kerja yang harus bekerja ekstra untuk melayani membeludaknya konsumen. Mungkin juga kewalahan harus menyiapkan pasokan bahan baku untuk memproduksi roti lebih banyak lagi. Sebab, bagaimana kecewanya calon pembeli ketika datang ke gerai hanya disuguhi piring kosong yang isinya telah ludes terbeli.

Efektivitas Teknologi Seluler Pada era teknologi seluler dengan jumlah pelanggan di Indonesia telah mencapai 150 juta lebih ini, sesungguhnya dapat melakukan inovasi pemasaran (termasuk promosi, iklan, dan penjualan) dalam rangka membuat segalanya lebih efisien, efektif, dan terukur.

Dalam bisnis apapun sekarang ini, konsumen yang dibidik tentulah mayoritas memiliki ponsel. Apalagi industri yang berkaitan dengan gaya hidup. Gerai roti tadi termasuk di antaranya.

Bagaimana jika gerai roti tadi membuat kuponnya dalam bentuk digital (dalam format apapun entah SMS atau MMS) dan menyebarnya lewat jaringan seluler kepada 1.000 orang yang menjadi bidikannya? Berapa biaya yang harus dikeluarkan?

Katakan sekarang biaya kirim SMS atau MMS dipatok Rp 150,- per orang. Maka untuk mem-broadcast kepada 1.000 orang calon konsumen membutuhkan biaya sebesar Rp 150 ribu rupiah. Bandingkan dengan jika mencetak dan menyebar, paling tidak memperlukan biaya di atas Rp 1 juta.

Lewat teknologi seluler, menggunakan fitur Location Based Service (LBS) yang dimiliki oleh operator, toko roti itu bisa pula meminta untuk menyebarkan kepada pelanggan yang kebetulan sedang berada di kawasan toko roti berada, pada saat itu juga. Jika hal ini terjadi maka metode promosi yang dilakukan bahkan dapat lebih cepat diukur. Umpamanya, program promosi terbatas untuk lima jam ke depan. Setelah iklan atau materi promosi digital dikirimkan ke target, maka sejak itu pula sang manajer gerai segera menghitung seberapa besar respon konsumen dalam kurun lima jam tersebut.

Teknologi LBS itu sendiri memungkinkan untuk mendeteksi jumlah pengunjung di sebuah mal misalnya. Juga melihat berapa lama setiap pengunjung (yang menjadi pelanggan operator penyedia LBS) beraktivitas di mal. Bahkan mendeteksi di lantai berapa atau di titik mana konsumen berkumpul, lewat repeater yang dipasang di setiap lantai. Walaupun pelanggan tidak sedang melakukan panggilan atau SMS, yang penting ponselnya dalam keadaan hidup.

Metode ini real time. Tidak membutuhkan waktu lama untuk melakukan eksekusi. Namun yang paling penting, jika sebuah bisnis harus melakukan program promosi, mereka tidak lagi harus merancang budget besar atau penempatan materi promosi ke media tradisional, yang kadang bahkan harus mengantre. Mereka, para penentu kebijakan pemasaran dapat memutuskan saat itu juga, dan di saat bersamaan mengirimkan informasi kepada konsumen sasaran. Di luar negeri, cara seperti ini sudah dilakukan oleh Starbuck, McDonald, dan lainnya.

Pada konteks bisnis food and beverage seperti dua contoh di atas, baik skala kecil, menengah, maupun besar, program itu bisa saja dijalankan setiap hari dalam rangka menghabiskan stok produk agar tak terbuang. Program diskon cepat sangat penting. Ini mengingatkan pada cara-cara yang digunakan oleh banyak supermarket yang banting harga ketika mendekati waktu tutup. Namun tidak perlu dengan melakukan promosi melalui pengeras suara. Kirim SMS atau MMS ke target.

Sebagai contoh, pada menjelang Idul Fitri lalu, Garuda Indonesia bekerjasama dengan salah satu operator lokal mengirimkan SMS kepada pelanggan operator ini. Penerbangan antarkota pada jam-jam bukan peak yang cenderung kosong dimanfaatkan oleh maskapai penerbangan nasional itu untuk menarik konsumen yang ingin pulang kampung dengan diskon tarif tiket sampai 50 persen.

Ketika SMS terkirim ke pelanggan, bagian call center Garuda Indonesia telah siap menghadapi telepon masuk. Manfaat ini tentu tak disia-siakan oleh konsumen. Hasilnya, penerbangan Garuda terisi, setidaknya memenuhi kuota untung.

Dengan demikian Garuda Indonesia telah melakukan keputusan strategis yang tepat dan cepat, serta tidak memerlukan tambahan anggaran untuk pasang iklan. Walaupun konsumen diberi tenggat sampai dua hari untuk menunjukkan kode booking ke kantor reservasi tiket, namun program diskon itu punya arti besar bagi konsumen di saat susah dan mahalnya mudik.

Ada keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan penerbangan dan operator seluler itu. Operator penerbangan tidak lost, karena kursinya terisi. Operator mendapat loyalitas karena pelanggannya mendapat pelayanan dalam bentuk penawaran khusus.

Ancaman Iklan Display Jika Garuda bisa melakukan efisiensi dan memperoleh kemanfaatan besar dengan cara ini, lalu bagaimana dengan media tradisional yang kerap kali justru memperoleh pendapatan dari iklan?

Di sinilah tantangannya. Media tradisional harus mengalami perubahan dalam menata kreativitas bentuk tawaran iklannya. Sebab, mobile advertising selain cepat, tepat sasaran, dan terukur, juga sangat kompetitif menawarkan tarifnya.

Sekadar mengkomparasi saja. Katakan sebuah pengiklan harus mengeluarkan biaya sampai Rp 30 juta untuk menebus satu halaman iklan pada sebuah majalah. Sementara majalah tersebut mengklaim memiliki basis pembaca sampai 200 ribuan, maka secara matematis, pengiklan membayar Rp 100,- kepada setiap pembaca. Struktur biaya akan semakin bertambah jika unsur kreatif pembuatan iklan dimasukkan.

Sekarang jika tarif SMS per orang untuk sekali kirim sebesar Rp 150,- maka untuk mem-blasting ke 200 ribu konsumen target hanya membutuhkan biaya Rp 30 juta. Nilainya menjadi sama jika faktor lain diabaikan.

Namun ada benefit yang dapat dikehendaki oleh pengiklan. Lewat mobile advertising bentuk iklan dapat dikreasi secara interaktif. Contohnya, iklan dibuat sekaligus untuk melakukan riset kepada konsumen targetnya. Reply dari konsumen bisa menjadi feed back langsung dan menjadi data. Jangan lupa, pengiklan juga bisa meminta kategori konsumen sasaran berdasarakan psikografi maupun demografi sesuai dengan karakter produknya kepada operator. Operator punya data untuk keperluan tersebut.

Mobile advertising memang punya kelemahan dalam tampilan iklan. Display advertising media tradisional (termasuk media luar ruang) punya daya tarik image yang ditampilkan. Namun hal ini bisa mengundang debat, sebab perilaku konsumen sekarang barangkali sudah tak perlu lagi informasi dan pesan iklan yang kadang justru susah ditangkap logika konsumen awam. Sebaliknya, konsumen lebih mudah memahami iklan sederhana sekalipun dalam bentuk teks. Maka iklan dalam mobile advertising toh tetap membutuhkan kreativitas tinggi agar tak sekadar tampil dalam format kata-kata biasa. (ANDRA/FORSEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com