Kritik tajam, satire, dan sindiran sinikal masyarakat tidak mereka peka terhadap aspirasi rakyat. Dalam pasemon dan legenda yang masih hidup di lereng Gunung Merapi, asal-muasal perilaku bebal disebabkan kebiasaan mereka sejak kecil mengonsumsi rebung (bambu muda). Setelah dewasa, sosoknya seperti anyaman bambu (dalam bahasa Jawa disebut gedhek) sehingga orang yang dogol dan tidak punya malu disebut rai gedhek.
Bahkan, dalam suasana yang banjir air mata dan derita di pengungsian, mereka masih tega mengibarkan spanduk partai politik. Nafsu ketamakan kekuasaan tega memanfaatkan penderitaan rakyat dengan kamuflase bantuan ala kadarnya.
Jauh berbeda dengan masyarakat biasa yang tulus dan ikhlas berbagi tanpa pamrih, kecuali berniat meringankan penderitaan sesama. Dalam tataran masyarakat, kemurkaan Merapi justru membangkitkan solidaritas sosial dan memperkuat modal sosial bangsa. Semoga kekayaan spiritual bangsa tidak lekang tergerus oleh perilaku oportunistik dari elite politik.
Kalau di Indonesia mempunyai tradisi pemilu sela, rakyat dapat melakukan koreksi strategi dan pendekatan Pak Beye dalam mengelola pemerintahan. Namun, karena sistem yang berbeda, rakyat harus sabar menunggu lima tahun meskipun tingkat kegerahan masyarakat sudah hampir melampaui batas kesabaran rakyat.
Mungkin kemurkaan alam dapat mewakili kemarahan rakyat yang masih tetap bersabar dipimpin oleh koalisi yang kolusif. Akibatnya, collusive democracy (The Economist, 23 Oktober, 2010) hanya menjadi medan saling mengooptasi, mengamankan, dan sekaligus menyandera kepentingan masing-masing. Kekuatan dahsyat yang seharusnya dapat melakukan terobosan yang sangat diperlukan dalam negara yang institusinya masih lemah menjadi mubazir.
Pertemuan Om Bama dan Pak Beye mungkin dapat dimanfaatkan untuk saling menukar pengalaman. Om Bama dapat memberikan nasihat bagaimana memanfaatkan dukungan yang terbatas di parlemen untuk melakukan terobosan politik. Sementara itu, Pak Beye berbagi keprihatinan bagaimana koalisi yang besar tetapi tersendat-sendat dalam menjalankan pemerintahan.
J Kristiadi, Peneliti Senior CSIS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.