Pesawat pencari dari NFI, Badan SAR Nasional, dan TNI AU juga menghadapi kendala serupa pada pencarian Cessna 172-PK NIP kali ini. Pada pencarian hari keempat, Minggu (20/11), seluruh pesawat pencari bahkan tidak bisa beroperasi karena cuaca buruk. Pencarian di darat pun terhalang tebalnya kabut dan kondisi hutan yang gelap meski siang hari. Pemantauan dengan menggunakan teropong juga tidak maksimal.
Lokasi dugaan jatuhnya Cessna 172-PK NIP berada di lembah sedalam lebih-kurang 500 meter, dengan tebing berkemiringan lebih dari 85 derajat. Menurut Koordinator Misi SAR Basarnas Roki Asikin, selain cuaca, kontur lahan dengan kemiringan 80-100 derajat yang licin dan keterbatasan alat menghambat pencarian.
Dengan berjalan kaki, butuh waktu sedikitnya enam jam dari Pos Gunung Bhakti di Desa Cihanjawar, Kecamatan Bojong, menuju koordinat yang diduga menjadi lokasi jatuhnya pesawat. Ditambah kabut tebal dan hujan deras, perjalanan menguras tenaga dan butuh waktu lama. Keluarga Agung Febrian merasakan betul kondisi alam di jalur-jalur pencarian. Yudi Fepiadi (48), paman Agung Febrian, menyebutkan, selain butuh fisik yang prima, beberapa jalur menuju Burangrang membutuhkan keahlian dan peralatan khusus, seperti panjat-turun tebing karena kemiringan ekstrem.
Yopi Hariadi, Asisten Operasi Basarnas, menambahkan, posisi Cessna 172-PK NIP tidak terdeteksi oleh satelit dan stasiun bumi di Bandara Soekarno-Hatta karena sinyal ELT pesawat itu menggunakan frekuensi 121,5. Padahal, setelah tahun 2009, ELT pesawat menggunakan frekuensi 406. Faktor itu menyulitkan pencarian.
Yopi mencontohkan, pesawat CASA 212-200 milik PT Nusantara Buana Air yang jatuh di hutan Taman Nasional Gunung Leuser di Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, 29 September 2011, terdeteksi posisinya karena sinyalnya tertangkap satelit. Pesawat itu bisa segera diketahui posisinya meski proses evakuasinya membutuhkan waktu berhari-hari karena faktor lokasi.
Tim NFI, TNI, Wanadri, Pramuka, keluarga, dan para relawan hingga Selasa belum menemukan pesawat dan mengevakuasi para korbannya. Maman, Jajang, dan warga setempat lain seperti mengulang cerita. Kisah tragis yang selalu berulang di Burangrang. Basarnas pun sejak Selasa sore memutuskan menghentikan pencarian.