Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Telekomunikasi dan Informatika

Terkucil dari Kemajuan Zaman...

Kompas.com - 29/12/2011, 08:06 WIB

KOMPAS.com - Wilayah yang luas dan berpulau-pulau membuat sebagian rakyat Indonesia hidup dalam keterpencilan. Tak hanya dibatasi akses transportasi yang sulit, layanan telekomunikasi dan informasi pun sangat terbatas.

Masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Malaysia dan Singapura justru lebih banyak menerima informasi dari negara tetangga.

Di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, keterbatasan transportasi dan telekomunikasi diakui Bupati Halmahera Selatan Muhammad Kasuba, Jumat (23/12), membuat koordinasi pemerintahan terhambat dan ekonomi masyarakat sulit berkembang.

Untuk menuju sejumlah kecamatan di kabupaten yang memiliki 402 pulau itu dari ibu kota kabupaten Labuha, butuh 10 jam menggunakan angkutan laut reguler. Itu pun hanya beberapa kali dalam satu minggu.

Untuk mengundang 249 kepala desa dan 30 camat berkoordinasi di Labuha tidak mudah. Tak semua desa terjangkau sinyal telepon seluler (ponsel), apalagi telepon tetap (kabel). Undangan biasanya disampaikan melalui siaran Radio Republik Indonesia di Ternate yang jangkauan siarnya terbatas.

Masyarakat yang paling menderita dari keterisolasian itu. Mereka lebih banyak membuang hasil pertanian karena ongkos angkut jauh lebih mahal dibandingkan ongkos produksi. Produk warga kalah bersaing dengan produk pertanian dari daerah lain.

Ketua Kelompok Informasi Masyarakat Srikandi di Desa Wayamega, Kecamatan Bacan Timur, Halmahera Selatan, Suyono mengatakan, harga kentang lokal di Pasar Labuha Rp 8.000 per kilogram. Sedangkan kentang asal Bitung, Sulawesi Utara, hanya Rp 5.000 per kg.

Suyono berharap, jika telepon dan internet menjangkau desa-desa, perdagangan hasil bumi antara petani dan pedagang menjadi lancar. Alur distribusi pun jadi lebih pendek.

Namun, sepertinya Suyono harus bersabar lebih lama. Jangankan di desa-desa di Halmahera Selatan, di Labuha yang menjadi ibu kota kabupaten saja akses telepon dan internet sangat terbatas.

Sinyal ponsel banyak ditemukan dalam kota, tetapi kualitas kejernihan suara buruk. Bahkan, pengiriman layanan pesan singkat (SMS) sering mengalami jeda cukup lama.

Sebagian besar jaringan ponsel yang ada hanya memberikan layanan suara. Akses data melalui ponsel ataupun modem juga sangat lambat.

Warga Labuha umumnya mengakses internet melalui warung internet (warnet). Tarifnya Rp 9.000 per jam, tiga kali lipat tarif warnet di sejumlah kota di Jawa yang hanya Rp 3.000 per jam.

”Jika akses internet baik, siswa dapat mengunduh buku elektronik atau informasi lain. Selama ini siswa harus ke Ternate untuk membeli buku,” kata Kepala Desa Gandasuli, Kecamatan Bacan Selatan, Halmahera Selatan, Agus Banjar.

Perjalanan antara Labuha dan Ternate biasa ditempuh selama sembilan jam dengan kapal laut.

Seluruh siaran televisi di Halmahera Selatan hanya bisa ditangkap dengan parabola atau televisi berbayar. Siaran radio yang ada sangat terbatas.

Desa informasi

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Syukri Batubara mengakui adanya kesenjangan informasi dan telekomunikasi. Banyak daerah yang tak terjangkau siaran televisi, radio, ataupun telepon.

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan, untuk mengatasi kesenjangan itu, pemerintah menggalakkan program Desa Informasi.

Program ini merupakan penggabungan dari program Desa Berdering (desa dengan akses telepon), Desa Pinter (desa dengan akses internet), desa yang memiliki radio komunitas, Kelompok Informasi Masyarakat, dan kelompok pertunjukan rakyat, serta didukung televisi berlangganan.

Menurut Tifatul, selama 2011 dibangun 84 desa informasi dengan anggaran per desa sekitar Rp 2 miliar. Tahun depan, diharapkan ada lebih dari 100 desa informasi lagi.

Namun, upaya mewujudkan masyarakat melek informasi masih butuh upaya ekstra besar. Indikator Teknologi Informasi dan Komunikasi 2010 menyebutkan, pengguna telepon tetap di Indonesia pada 2009 hanya 14,77 orang per 100 penduduk. Sedangkan pengguna ponsel mencapai 69,25 orang per 100 penduduk.

Pengguna internet pada 2009 baru mencapai 8,70 orang per 100 penduduk. Adapun pelanggan internet hanya 0,74 orang per 100 penduduk.

Kondisi ini membuat akses informasi dan telekomunikasi Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara ASEAN lain. Posisi Indonesia dalam penggunaan layanan informasi dan telekomunikasi hanya lebih baik dibandingkan Myanmar, Kamboja, dan Laos. (MZW)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com