Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iran Didesak Membuka Akses

Kompas.com - 10/03/2012, 02:19 WIB

VIENNA, KAMIS - Enam negara yang berunding dengan Iran soal program nuklirnya mendesak negara tersebut membuka akses pangkalan militer Parchin. Akses diperlukan oleh pemeriksa Badan Tenaga Atom Internasional untuk memastikan Iran tak sedang membuat bom nuklir.

Enam negara tersebut, yakni AS, Rusia, China, Inggris, Perancis, dan Jerman (juga disebut P5+1), memanfaatkan kesempatan sidang dewan gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) di Vienna, Austria, Kamis (8/3), untuk mendesak Iran membuka akses di pangkalan militer Parchin.

Para diplomat curiga pangkalan militer yang terletak sekitar 48 kilometer sebelah tenggara Teheran itu menjadi tempat pengujian perangkat pemicu neutron yang dibutuhkan untuk memicu ledakan nuklir. Herman Nackaerts, Deputi Direktur IAEA dan kepala inspektur lembaga tersebut, mengatakan, pihaknya bahkan sudah memiliki citra satelit yang menunjukkan posisi gedung tempat eksperimen peledak itu.

Media Iran sempat memberitakan Pemerintah Teheran akan mengizinkan para pemeriksa IAEA masuk ke Parchin. Namun, pihak IAEA mengaku belum menerima pemberitahuan resmi dari Teheran.

Direktur IAEA Yukiya Amano menuduh Iran berusaha ”mengikat tangan” IAEA dan membatasi ruang gerak para inspektur IAEA dalam dua kali kunjungan ke Iran, Januari dan Februari lalu.

Duta Besar Iran untuk IAEA Ali Asghar Soltanieh mengatakan, kecurigaan yang disebarkan terkait fasilitas militer di Parchin adalah tuduhan yang ”kekanak-kanakan” dan ”konyol”.

Negara-negara P5+1 juga menekankan, pendekatan diplomasi merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran ini. Enam negara tersebut sebelumnya telah menyatakan menerima tawaran Teheran untuk kembali ke meja perundingan.

Meski sekilas keenam kekuatan utama dunia itu terlihat kompak dan bersatu, ada kekhawatiran akan terjadi perbedaan sikap antara kubu Barat, yakni AS, Inggris, Perancis, dan Jerman, dengan kubu Timur, yakni Rusia dan China. Pernyataan yang dikeluarkan hari Kamis itu pun baru tercapai setelah negosiasi berhari-hari di antara dua kubu tersebut.

Ancaman Israel

Namun, secara umum, mereka sepakat untuk mendinginkan suasana setelah Israel terus melontarkan ancaman akan melakukan serangan militer sepihak ke fasilitas nuklir Iran untuk menghentikan paksa program nuklir negara itu.

Di Israel, wacana yang berkembang bahkan sudah sampai pada apa yang akan terjadi setelah Israel menyerang Iran, seolah-olah serangan sepihak Israel itu sudah tak terelakkan.

Kamis petang, setelah kembali dari kunjungan ke Washington DC, AS, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali memicu spekulasi soal serangan militer tersebut.

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Israel Channel 10, Netanyahu mengatakan, serangan ke Israel tidak akan dilakukan dalam hitungan beberapa hari atau pekan, tetapi juga tidak akan mencapai hitungan tahun.

Mantan penasihat keamanan nasional Israel, Uzi Arad, mengatakan, pernyataan Netanyahu itu bisa diartikan Israel berniat menyerang Iran dalam hitungan beberapa bulan mendatang.

Dalam kunjungan ke AS, Netanyahu bahkan dikabarkan sempat meminta AS memasok bom-bom penghancur bungker bawah tanah terbaru dan pesawat-pesawat tanker ke Israel. Pesawat tanker dibutuhkan untuk pengisian bahan bakar di udara agar pesawat-pesawat tempur Israel bisa mencapai wilayah Iran, sementara bom-bom tersebut dibutuhkan untuk menghancurkan instalasi nuklir Iran di bawah tanah, seandainya Israel memutuskan menyerang Iran.

Para pengamat militer juga sudah memperkirakan reaksi serangan balik terhadap Israel dari Iran dan sekutu-sekutunya tidak akan sebesar yang dibayangkan.

Krisis dalam negeri yang berkecamuk di Suriah dipandang menguntungkan bagi Israel karena akan mengurangi kemungkinan Suriah membantu Iran menyerang balik Israel. Selain itu, kekacauan di dalam Suriah juga akan mengganggu jalur pasokan bagi Hezbollah, kelompok pro-Iran di Lebanon.

Meski demikian, Meir Dagan, mantan pemimpin Dinas Rahasia Israel, Mossad, memperingatkan Israel agar tidak buru-buru melancarkan serangan militer sebelum mengeksplorasi kemungkinan lain yang risikonya lebih kecil. Salah satu cara yang diusulkan Dagan adalah mendorong pergantian rezim di Teheran dengan mendukung kelompok oposisi Iran.

”Sudah menjadi tugas kami untuk mendukung siapa pun yang ingin menjadi oposisi terbuka bagi rezim di Iran,” tutur Dagan dalam rekaman acara 60 Minutes di stasiun televisi CBS, AS.

(AP/AFP/Reuters/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com