Pembangunan area parkir di sekitar Stasiun Bogor membutuhkan biaya yang sangat besar untuk pembebasan lahan di kawasan itu.
”Kami masih melakukan pendekatan dengan beberapa investor untuk membangun lahan parkir vertikal yang lokasinya tidak jauh dari stasiun. Ini tentu menguntungkan bagi mereka karena akan ada banyak sepeda motor dan mobil yang parkir di lokasi itu,” kata Kepala Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Kota Bogor Suharto, Minggu (25/3).
Suharto menanggapi rencana Kementerian Perhubungan yang akan meningkatkan kapasitas Stasiun Bogor dari semula memiliki delapan jalur kereta rel listrik (KRL) menjadi 16 jalur.
Penambahan ini guna mengantisipasi penambahan KRL pasca-pembelian kereta dari Jepang. Dampak positif dari penambahan jalur ini berupa kapasitas KRL yang naik dari semula 12 rangkaian kereta menjadi 20 rangkaian.
Selain itu, kemungkinan
Penambahan jalur KRL ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan di sisi barat stasiun. Selama ini, lokasi barat stasiun itu disewakan sebagai lokasi parkir serta penitipan sepeda motor dan mobil.
Setiap hari, lahan itu dimanfaatkan untuk menampung 2.500-3.000 sepeda motor dan 250 mobil milik pekerja komuter yang tinggal di Bogor, tetapi bekerja di Jakarta dan menggunakan KRL.
Mulai 28 Mei mendatang, para komuter pengguna KRL yang biasa menitipkan kendaraan di sana diminta mengosongkan lahan itu. Pasalnya, mulai 1 Juni, material untuk proyek akan diletakkan di lahan itu.
Saat ini, kata Suharto, pihaknya akan mendorong optimalisasi lahan parkir di sekitar Stasiun Bogor. Selain itu, pihaknya juga akan menambah jalur
”Realisasi lahan parkir vertikal itu perlu waktu. Investor juga harus menjajaki model kerja sama dengan pemilik lahan di sekitar stasiun,” tutur Suharto.
Novan (29), warga Merdeka, Bogor Tengah, yang bekerja di Cikini, Jakarta Pusat, mengaku khawatir. Menurut dia, rencana itu bakal menyulitkannya. Dia mengatakan setiap hari pukul 07.00 menitipkan sepeda motornya di sisi barat Stasiun Bogor dan baru pulang malam hari dengan biaya titip Rp 3.000.
Dia khawatir, setelah lahan penitipan digunakan untuk pengembangan stasiun, lalu disediakan lahan parkir khusus yang dikerjasamakan Pemerintah Kota Bogor dengan swasta, biaya yang harus dikeluarkan lebih besar. Ini berkaca dari pengalaman pengelolaan lahan parkir di pusat perbelanjaan yang mengenakan tarif parkir progresif dengan hitungan per jam. Akibatnya, pengeluaran untuk transportasi bulanan juga akan naik.
”Enggak apa-apa kalau ada pembangunan rel tambahan, tetapi tempat parkir harus ada. Ini, kan, juga sebetulnya untuk mengantisipasi supaya kendaraan pekerja komuter tidak harus masuk ke Jakarta dan membuat macet,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Forum Perkeretaapian pada Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno, di Jakarta, menilai ketiadaan alternatif pengalihan lokasi penitipan kendaraan penumpang komuter Bogor-Jakarta karena ketidaksinkronan program antara pemerintah pusat dan daerah.
Menurut dia, saat ini di stasiun di Jabodetabek sulit mencari