Semarang, Kompas -
Batik printing yang berkembang pesat memang menggembirakan, tapi itu bukan batik seperti batik yang ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
”Sejak batik ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, perkembangan batik di Indonesia berkembang pesat. Semua daerah kini berlomba membuat batik sehingga batik menjadi komoditas yang mendongkrak ekonomi regional,” kata pengamat batik asal Pekalongan, Zahir Widadi, Sabtu (29/9), pada pra-Konvensi Nasional Standar Batik yang berlangsung di Semarang, Jawa Tengah.
Zahir Widadi mengatakan, bangsa ini harus menjaga tradisi batik tulis. Batik printing hanyalah pelengkap dari tradisi batik oleh perajin dan industri batik dengan ciri produksi massal. Meski begitu, batik printing atau batik cap bukanlah batik sebagaimana warisan budaya yang sudah ditetapkan UNESCO.
Standar kompetensi
Penggiat Kampung Batik Polbatu Jakarta, Budi Darmawan, mengemukakan, pihaknya setuju tradisi batik adalah batik tulis. Hal itu harus diatur jelas dalam standar kompetensi industri batik yang saat ini dalam tahap proses penetapan oleh pemerintah.
Ketua Paguyuban Batik Bokor Kencono Semarang Dewi Tunjung menyatakan, penghargaan terhadap perajin batik dengan memberikan piagam sertifikasi itu juga bagian proteksi perajin supaya tidak dibajak atau diambil pihak lain.
Pemerintah pun harus tegas memisahkan usaha kerajinan batik dari industri tekstil. Ciri industri tekstil tentunya jauh dari nilai-nilai budaya, nilai estetika, nilai intelektual, tapi aspek yang menonjol nilai ekonomis.