Oleh Budi Suwarna dan Putu Fajar Arcana
Pengantar Redaksi:
Tim Jelajah Kuliner Nusantara tiba di Bali. Kami memilih menjelajah pada rentang waktu pelaksanaan hari raya Galungan dan Kuningan, antara akhir Maret dan awal April. Saat itu, warga Bali membuat sesaji untuk dipersembahkan kepada dewata. Proses pembuatan sesaji selalu melibatkan aktivitas masak-memasak. Hasil liputan disajikan mulai tanggal 25, 26, 27, sampai 28 April. Bisa juga dinikmati di iPad (App-Store), Android (Play Store), kompas.com, dan Kompas TV.
Tepat pada hari Penampahan Galungan, Selasa (26/3), pagi-pagi Ni Ketut Kandel (65) berkeliling di sekitar rumahnya. Warga Batuyang, Batubulan, Gianyar, ini membawa setampah sesaji yang disebut saiban
”Karena kami masak lawar, ya pakai lawar, ditambah garam, bawang goreng, dan lauk lainnya,” katanya.
Sejumput makanan itu, termasuk nasi, kemudian diletakkan di atas potongan-potongan kecil daun pisang dan dihaturkan di tempat-tempat, seperti dapur, sumur, halaman, gerbang rumah, dan pura keluarga. ”Ini untuk berterima kasih,” tutur Kandel.
Itulah cara seluruh penduduk Bali yang memeluk Hindu mengucapkan rasa syukur atas karunia dan berkah semesta pada hidup. Isi saiban disisihkan dari makanan yang dimasak pada hari itu sebelum disantap seluruh anggota keluarga.
”Dapur mewakili api dan sumur adalah air, halaman adalah tanah tempat tanaman tumbuh, semuanya telah memberi kita berkah. Kewajiban kita mengucapkan terima kasih,” ujar I Ketut Sumadi, dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, kerabat Kandel.
Hal sama dilakukan Ni Ketut Friska Laprina Rudana (24). Friska khusus pulang dari London, Inggris, untuk merayakan Galungan bersama keluarga di Peliatan, Gianyar, Bali. Dua hari menjelang Galungan, keluarganya mengadakan mebat bersama karyawan Museum Rudana Ubud.