Ketika seluruh santapan selesai dimasak, tugas Friska berkeliling menghaturkan saiban kepada para dewata. Bisa dipastikan, aktivitas persembahan seusai memasak ini berjalan setiap hari dalam keluarga-keluarga Bali tanpa harus menunggu hari raya seperti Galungan.
Dalam konsepsi Hindu-Bali, makanan pertama-tama harus dipersembahkan kepada dewata yang menguasai kehidupan manusia dan alam semesta. Dengan demikian, manusia mengonsumsi makanan yang penuh berkah dari dewata. ”Tanpa mempersembahkannya terlebih dahulu kepada dewata, sama saja dengan menikmati sesuatu dari alam dengan cara mencuri,” ujar rohaniwan Hindu-Bali, Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda, awal April lalu.
Makanan yang kita makan, lanjut Mpu Acharyananda, hanyalah lapisan terluar. Dia akan bermanfaat bagi manusia apabila ada aspek spiritual di dalamnya.
Begitulah, ritual persembahan menjadi bagian dari napas kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu-Bali. Dan, aktivitas itu meningkat tajam ketika ada upacara atau perayaan agama yang lebih besar, seperti Galungan dan Kuningan.
Upacara itu melibatkan kerumunan warga di pura-pura dengan sesajen berupa makanan dalam jumlah lebih banyak dan beraneka. Semua ritual tampak ditata menjadi semacam pertunjukan yang meriah. Itu sebabnya, antropolog Clifford Geertz menjuluki Bali sebagai negara teater karena simbol-simbol kekuasaan dan status diperlihatkan.
Menjelang hari raya Galungan yang diikuti Kuningan, upacara-upacara besar bak pertunjukan massal muncul di mana-mana. Di Pura Sakenan, Pulau Serangan, Denpasar, puluhan hingga ratusan ribu orang mengalir bagai air sepanjang hari di saat Kuningan. Perempuan-perempuan menyunggi aneka sesaji yang nantinya diletakkan di sekitar pura. Dupa-dupa dibakar, doa-doa dan tembang dilantunkan, serta gamelan pun terus ditabuh.
Di saat-saat upacara besar seperti itulah, aneka makanan dijadikan sesaji untuk dewa. Dan, jenis makanan yang disajikan di setiap daerah tidak selalu sama. Di Negara, Kabupaten Jembrana, yang berada di pesisir Bali bagian barat, ada makanan khas yang menjadi sajen dewa, yakni pesor (sejenis lontong dari daun bambu dan pohon kasa) dan lawar klungah atau lawar tempurung kelapa muda.
Lawar merupakan aneka sayur dan daging yang diracik dengan parutan kelapa bakar dan basa genep (bumbu lengkap ala Bali). Sekilas rupanya seperti urap dengan aroma bumbu yang lebih tajam. Selain potongan tempurung kelapa muda, dalam lawar klungah terdapat potongan ayam.