Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
kolom

Anomali Digital Itu Bernama Facebook

Kompas.com - 17/02/2016, 05:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sesungguhnya yang harus dikhawatirkan media massa baik cetak, elektronik, sekaligus online itu adalah “monster baru” bernama Facebook, bukan kekhawatiran akan datangnya senjakala media lama. What? Facebook?  Ya, Facebook-lah kelak yang akan menjadi “monster” pelahap konten apapun melebihi apa yang dilakukan Google sekarang!

Apakah Facebook akan mempercepat datangnya senjakala media atau justru membalik anggapan bahwa senjakala itu tidak akan pernah datang dan karenanya tidak perlu dikhawatirkan?

Di atas sudah saya singgung, Facebook adalah platform raksasa media sosial yang tidak memiliki konten karena konten datang sendiri dari para penggunanya. Lantas, bagaimana mungkin sekarang Facebook tergiur ingin memiliki konten berita atau artikel sendiri? Tidak cukupkah ia memiliki “konten gratisan” yang sudah tak terhitung banyaknya itu?

Pancingan bagaimana Facebook kemudian memperoleh konten itu bernama Instant Articles dengan propaganda yang menggoda; “a new way for publishers to create fast, interactive articles on Facebook”.

Kalau selama ini pengguna Facebook menautkan berita dan orang yang ingin membaca berita itu harus mengklik tautannya untuk kemudian diarahkan kepada tautan aslinya, dengan Instant Articles orang bisa membaca langsung berita atau tulisan di laman Facebook itu sendiri, tanpa harus repot-repot mengklik tautan. Uh, Facebook memang kurang ajar!

Selalu saja simalakama yang ditawarkan. Ikut dan tunduk pada kemuan Facebook akan berarti konten media yang susah-payah ditulis wartawan akan diakuisi begitu saja oleh Facebook tanpa ada penambahan pengunjung ke situs asal, seolah-olah itulah konten yang dihasilkan Facebook.

Sebaliknya, tidak tunduk pada kemauan Facebook, hampir pasti terlindas zaman. Lihatlah, seperempat penduduk dunia ada di sana dan dalam konteks Indonesia sebanyak 70 juta pengguna Internet telah menjadi anggota Facebook. Apa jadinya kalau hidup sendirian dengan hanya mengandalkan pelanggan lama atau pembaca yang itu-itu saja plus berharap kebaikan Google yang menyimpan setiap konten yang termuat di temboloknya? Cara masuk ke Google dengan memasukkan katakunci tertentu sepertinya cara lama yang sudah tidak musim. Musim kini telah berganti.

Sampai di sini, media digital dalam bentuk barunya seperti media sosial Facebook, bukan lagi sekadar anomali, melainkan telah menjelma menjadi “monster” menakutkan yang bahkan bisa menggeser kedaulatan Google sebagai perpustakaan terbesar sejagat raya. Sangat mungkin orang tidak lagi membuka-buka Google untuk sekadar mencari informasi. Tinggal buka Facebook saja, beragam informasi di linimasa ditawarkan oleh teman-teman dan para pengikut, juga oleh Facebook sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com