Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pajak Google Jadi Momentum Menata Kedaulatan "Cyber" RI

Kompas.com - 30/09/2016, 20:12 WIB

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemeriksaan terhadap Google dan perusahaan digital dari luar negeri lainnya menjadi momentum untuk menata ulang kedaulatan cyber Indonesia. Untuk itu diperlukan pusat data agar lalu lintas data dan transaksi pembayaran bisa terekam.

Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) Indonesia Kristiono yang dihubungi Kompas, Selasa (20/9) di Jakarta, mendukung langkah Direktorat Jenderal Pajak yang mewajibkan Google mendirikan bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Menurut Kristiono, layanan yang ditawarkan Google sudah seharusnya memenuhi ketentuan regulasi yang berlaku di Indonesia. Google memperoleh manfaat ekonomi di Indonesia.

Google tercatat sudah menjadi anggota Mastel Indonesia. Kristiono menyambut positif sikap tegas Direktorat Jenderal Pajak yang ingin meningkatkan kasus tersebut ke penyidikan tindak pidana jika Google terus menolak pemeriksaan.

”Ini merupakan momentum yang bagus bagi pemerintah untuk menata ulang kedaulatan siber Indonesia. Proses pengembangan sistem pencatatan pembayaran nasional (national payment gateway) perlu dilanjutkan. Pengembangannya harus dilengkapi pusat data nasional sehingga semua arus lalu lintas data internet ataupun transaksi elektronik dapat terekam,” ujar Kristiono.

Pusat data

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Henri Kasyfi mengatakan, pemerintah seharusnya mendorong penyedia layanan aplikasi dan konten melalui internet, seperti Google, untuk mematuhi kewajiban penempatan pusat data di Indonesia. Kewajiban ini sudah tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik. Hingga sekarang, PP belum dicabut.

Dengan menempatkan pusat data di lokal, Henri menganggap lalu lintas transaksi elektronik penyedia layanan aplikasi dan konten melalui internet jadi lebih mudah dideteksi. Pemerintah pun bisa memungut pajak dari transaksi yang dihasilkan.

”Upaya itu merupakan salah satu kunci keberhasilan guna mengatasi permasalahan piutang pajak Google ataupun penyedia layanan serupa lainnya. Mereka akan berpikir untuk menghindari kewajiban pajak atas transaksi yang dihasilkan,” katanya.

Peneliti Danny Darussalam Tax Center, Darussalam, menyatakan, Google hanya menaruh fungsi pemasaran di Indonesia. Fungsi ini dijalankan PT Google Indonesia. Dengan demikian, Google hanya membayar biaya operasional dan komisi kepada PT Google Indonesia.

”Jadi, pajak yang dibayarkan Google hanya dikenai dari komisi itu saja. Sementara Pemerintah Indonesia berkeinginan agar semua penghasilan yang berasal dari Indonesia dikenai pajak di Indonesia. Di sinilah pertarungannya,” kata Darussalam.

Permasalahannya, nilai pajak dari fungsi pemasaran sangat kecil. Tak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh dari Indonesia.

”Kita bisa mencontoh apa yang terjadi di Inggris. Penyelesaian oleh kedua belah pihak melalui negosiasi. Google diminta bayar lebih dari sekadar pajak atas fungsi pemasarannya,” kata Darussalam.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, pihaknya mendukung upaya penegakan hukum. Namun, mengingat kasus tersebut spesifik dan berisiko, pemerintah harus berhati-hati.

”Proses hukum bisa panjang. Bisa tiga tahun. Situasi ini bisa berakhir dengan situasi kalah-kalah untuk kedua pihak. Jalan tengahnya negosiasi,” katanya.

Bisnis besar

Bisnis yang dijalankan Google sangat besar. Mengutip situs eMarketer, belanja iklan digital secara global diperkirakan 170,85 miliar dollar AS pada tahun 2015.

Google menjadi pemain dominan dalam kategori iklan berbasis mesin pencari. eMarketer memperkirakan persentase kenaikan belanja iklan berbasis mesin pencari Google adalah 15,7 persen atau bertambah 44,46 miliar dollar AS pada 2015.

Managing Director Mobile Marketing Association on Asia Pacific Limited Rohit Dadwal, dalam temu media, di Jakarta, menyebutkan sejumlah tren iklan digital yang terjadi di perangkat bergerak. Salah satunya video iklan yang diputar di Youtube semakin digemari pengguna ponsel pintar.

Perusahaan penyedia aplikasi media sosial terus berkembang membentuk platform. Mereka tidak lagi menawarkan fitur layanan pesan percakapan. Kini, mereka sudah mempunyai fitur hiburan dan iklan yang menunjang e-dagang.

Project Director of Mobile Marketing Association di Indonesia Azalea Aina menyebutkan, penyedia layanan aplikasi dan konten melalui internet kini masif menawarkan layanan pemasangan iklan.

Meski porsi iklan digital di perangkat bergerak masih 1 persen dari total belanja, dia memperkirakan, pengusaha akan berinvestasi di media baru. Iklan digital memudahkan komunikasi dua arah.

*Artikel ini telah terbit di Harian Kompas, Rabu, 21 September 2016 dengan judul "Momentum Menata Kedaulatan Siber RI".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com