KOMPAS.com - Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menghubungi Presiden China Xi Jinping lewat sambungan telepon.
Banyak topik yang dibahas kedua pemimpin negara adidaya tersebut, salah satunya adalah soal TikTok. Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara Gedung Putih, John Kirby.
"TikTok muncul (dalam perbincangan) hari ini, iya," kata Kirby, melansir dari Bloomberg.
Menurut Kirby, pembicaraan bilateral itu bukan perkara rencana pemblokiran TikTok secara menyeluruh di AS. Dalam sambungan telepon itu, Biden mengutarakan kekhawatirannya soal kepemilikan pemerintah China atas induk TikTok, ByteDance.
"Ini bukan soal pemblokiran aplikasi, namun kepentingan kami untuk melakukan divestasi, sehingga kepentingan keamanan nasional dan keamanan data rakyat Amerika bisa terlindungi," jelas Kirby.
Diwartakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) baru bernama "Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act".
Baca juga: LinkedIn Ikut-ikutan Bikin Fitur Video Vertikal Mirip TikTok
RUU ini bertujuan untuk melindungi warga AS dari ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan TikTok. Sebab, TikTok merupakan anak perusahaan dari ByteDance. ByteDance, menurut sejumlah anggota Kongres AS yang mendukung RUU tadi, diduga memiliki kaitan erat dengan Partai Komunis China.
Poin ini lah yang menjadi kekhawatiran Biden dalam obrolannya bersama Xi Jinping. Sebab, dikhawatirkan pemerintah China menggunakan data warga AS yang ada di TikTok untuk memata-matai warga AS.
Nah, dari situ, Kongres AS memperkenalkan RUU Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act.
Kini, RUU itu sudah disahkan di DPR AS dengan hasil pemungutan suara, yaitu 352 suara mendukung dan 65 menentang. Karena mayoritas sudah setuju, RUU Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act akan dibawa ke senat AS.
Apabila senat menyetujui, RUU yang mengincar TikTok itu akan ditandatangani oleh Presiden AS Joe Biden dan berlaku menjadi undang-undang. Melansir Reuters, Jumat (5/4/2024) Biden sudah bersedia untuk menandatangani RUU tersebut apabila nanti menerimanya.
Apabila RUU ini disahkan, maka toko aplikasi, seperti Google Play Store dan Apple App Store, harus berhenti mendistribusikan aplikasi TikTok di AS. Artinya, distribusi TikTok akan diblokir total.
TikTok akan bisa terus beroperasi di AS selama aplikasi ini sudah memisahkan diri dari perusahaan induknya, ByteDance. ByteDance diwajibkan menjual TikTok dalam kurun waktu enam bulan.
Tak hanya TikTok-ByteDance, aturan ini juga diramalkan bisa berimbas pada operasi WeChat, aplikasi pesan instan milik raksasa teknologi dari China, Tencent.
Jika Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act diundangkan, aturan ini juga bisa menargetkan aplikasi media sosial lain yang dimiliki oleh perusahaan di beberapa negara musuh AS, selain China.
Baca juga: TikTok Makin Serius Saingi Google, Bayar Kreator Konten Berbasis SEO
Juru bicara TikTok Michael Hughes mengkritik proses untuk mengajukan RUU tersebut sebagai proses yang “rahasia” dan mengatakan bahwa RUU tersebut “dimasukkan dengan terburu-buru” untuk memberlakukan larangan.
"Kami berharap Senat akan mempertimbangkan fakta, mendengarkan konstituennya, dan menyadari dampaknya terhadap perekonomian, 7 juta usaha kecil, dan 170 juta orang Amerika yang menggunakan layanan kami,” kata Hughes dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Verge, Jumat (15/3/2024).
Sejak di bawah kepemimpinan Donald Trump, pemerintah AS memang getol memblokir TikTok dari negaranya. Kala itu, Komite Penanaman Modal Asing di AS (CFIUS) mengatakan bahwa ByteDance harus melakukan divestasi pada TikTok dalam kurun waktu 90 hari ke depan.
Namun, perintah dari CFIUS ini tak memiliki efek berarti. Pada 2022 lalu, Presiden AS Joe Biden menandatangani aturan yang melarang TikTok digunakan di berbagai perangkat yang dimiliki dan menjadi inventaris pemerintah AS.
Namun, peraturan ini tak melarang aplikasi tersebut dipasang di ponsel pribadi.
Upaya untuk melarang TikTok memanas pada bulan Maret 2023. Ketika itu, CEO TikTok Shou Zi Chew hadir memberikan kesaksian di DPR untuk pertama kalinya. Chew dicecar DPR AS selama sekitar 5 jam.
Baca juga: Pemblokiran TikTok di AS Makin Mendekati Kenyataan
Pada bulan Maret yang sama, CFIUS kembali mendesak ByteDance untuk menjual saham dan memindahkan kepemilikan TikTok ke perusahaan AS. Apabila tidak, maka TikTok terancam diblokir di AS.
Meski demikian, desakan tersebut tampaknya tak berbuah hasil, lantaran hingga saat ini TikTok masih beroperasi di AS.
Pada bulan Maret 2023 pula, beberapa senat AS memperkenalkan RUU RESTRICT (Restricting the Emergence of Security Threats that Risk Information and Communications Technology).
RUU ini akan memberi pemerintah AS kekuatan baru, termasuk pemblokiran, terhadap produsen elektronik atau perangkat lunak asing yang dianggap Departemen Perdagangan sebagai risiko keamanan nasional. Namun, RUU RESTRICT ini tak terwujud.
Pada November 2023 lalu, salah satu negara bagian AS, Montana mengeluarkan aturan untuk memblokir TikTok dari wilayah mereka. Montana merupakan negara bagian AS pertama yang mengeluarkan aturan resmi untuk memblokir TikTok di wilayah mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.