Yogyakarta, Kompas
Peneliti energi terbarukan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Ahmad, Agus Setiawan, salah satu pencetus proyek percontohan, menyatakan, sebagai negara kepulauan, tak mungkin mengandalkan listrik dari Perusahaan Listrik Negara seperti di Jawa. ”Di samping medan di kepulauan sulit, biaya terlalu mahal. Energi hibrida inilah teknologi murah dan manfaatnya efektif,” kata Agus di Yogyakarta, Senin (9/4). Jumat lalu, ada kunjungan dari Kementerian Ristek.
Penelitian Agus, kecepatan angin di Pantai Pandasimo 3-5 meter per detik sehingga perlu dikombinasi dengan generator kecepatan rendah dan energi panas matahari. ”Solusinya, perlu banyak kincir,” imbuhnya.
Proyek seluas 37 hektar ini proyek percontohan energi hibrida pertama di Indonesia. Ini tahun ketiga yang fokus pada pengembangan teknik produksi dan peningkatan daya listrik serta peningkatan kemampuan usaha mikro menengah kecil dan pemberdayaan ekonomi pesisir.
Meski dalam tahap pengembangan, tenaga hibrida ini sudah dimanfaatkan untuk pertanian di lahan berpasir yang memerlukan banyak air. ”Untuk menaikkan air ke permukaan,” kata Gusti Grehenson dari Humas UGM.
Saat ini, pembangkit listrik tenaga hibrida terpasang 35 unit turbin angin dengan tinggi rata- rata 18 meter, terdiri dari 26 turbin angin berkapasitas 1 kilowatt, 6 turbin angin 2,5 kilowatt, 2 turbin angin 10 kilowatt, dan satu turbin angin 50 kilowatt. Ditambah juga 175 unit sel surya dengan kapasitas 17,5 kWp.
Kepala Bappeda Bantul Tri Saktiana berharap teknologi hibrida ini mudah diterapkan, dipelihara, dan digunakan sehingga meningkatkan kesejahteraan warga. ”Di Bantul, panjang pantai 13,5 kilometer bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin. Keinginan masyarakat konkret, memajukan usaha dan pertanian lewat teknologi,” ujarnya.
Dalijo (45), petani yang memiliki lahan pertanian di sekitar pantai, mengaku mendapatkan manfaat langsung atas keberadaan pembangkit listrik tenaga hibrida. Keberadaan pembangkit tersebut mampu dimanfaatkan untuk menyiram lahan pertanian dan usaha kolam ikan. ”Semenjak ada kincir, kami baru bisa bertani di lahan pasir,” katanya.