Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

kolom

Kedaulatan Digital, "Sovereign AI", dan Yurisdiksi Negara (Bagian I)

Kompas.com - 16/05/2024, 09:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT transformasi digital tak lagi bisa dibendung, maka fenomena kedaulatan digital, "sovereign AI", yurusdiksi, dan kedaulatan negara, menjadi isu global yang tak henti dibahas secara serius oleh berbagai negara.

World Economic Forum (WEForum) merilis laporan berjudul “Sovereign AI: What it is, and 6 strategic pillars for achieving it” (25/4/2024), yang menjelaskan bahwa "sovereign AI" adalah tren yang berkembang saat ini.

Menurut laporan Forum Global yang amat berpengaruh itu, saat ini negara-negara bersiap menghadapi disrupsi, dengan membangun algoritma dan industri AI mereka sendiri.

Negara-negara berlomba mengejar kepentingannya, dengan berinvestasi dalam kekuatan dan keahlian AI dalam negeri masing-masing.

Laporan yang ditulis Muath Alduhishy ini merupakan bagian dari sesi khusus terkait kolaborasi global, pertumbuhan dan energi untuk pembangunan. Laporan ini penting dan relevan bagi kita, di saat peran AI semakin penting untuk masa depan dunia dan Indonesia.

Saya melihat bahwa konteks "sovereign AI" ini tidak harus identik dengan isolasi digital. Prinsip ini lebih merupakan dorongan strategis dalam menghadapi perkembangan AI.

Hal ini dapat dilakukan dalam kerangka kerja sama bilateral dan global, termasuk mengundang investasi di bidang AI .

"Sovereign AI"

Rilis yang dimuat World Economic Forum menyatakan, "sovereign AI" pada dasarnya bertujuan memperkuat kemampuan suatu negara. Khususnya dalam melindungi dan memajukan kepentingannya melalui penggunaan AI secara strategis.

AI dan keamanan siber juga menjadi prioritas utama, baik global maupun domestik.

Paradigma "sovereign AI" bertujuan mengurangi ketergantungan pada teknologi AI asing. Langkahnya adalah dengan mengembangkan kemampuan AI dalam negeri, dan memastikan akses terhadap data, teknologi, keahlian, dan infrastruktur penting secara nasional.

Lalu bagaimana keterkaitan "sovereign AI" dengan yurisdiksi dan kedaulatan negara?

Hal ini tentu menjadi signifikan. Membangun "sovereign AI" identik dengan melindungi negara dari potensi gangguan rantai pasokan, keamanan dan pertahanan negara, dalam konteks yurisdiksi dan kedaulatan nasional.

Hal penting adalah laporan WEForum juga mengintroduksi peta jalan strategis untuk mengembangkan "sovereign AI" berbasis multi-fase, terkoordinasi, dan berkelanjutan.

Terdapat enam pilar untuk mencapai kedaulatan AI yang dapat dirangkum berikut ini.

Pertama, pentingnya infrastruktur digital. Tulang punggung "sovereign AI" terletak pada infrastruktur digital yang kuat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com