Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

AILD, Upaya Uni Eropa Kejar Tanggung Jawab Al

AILD adalah produk legislasi khusus terkait AI yang akan dibuat dalam sebuah Direktif.

Tulisan ini merupakan telaah lanjutan artikel saya sebelumnya berjudul "Artificial Intelligence dan Tanggung Jawab Produk" (Kompas.com, 24/5/2023).

Legislasi baru Uni Eropa selalu menjadi perhatian dunia mengingat selama ini, Uni Eropa menjadi barometer regulasi banyak negara.

Uni Eropa juga dikenal sangat tegas dan tanpa kompromi dalam penegakan hukum, terutama pengenaan denda terhadap platform digital raksasa.

Oleh karena itu, memahami perkembangan legislasi Uni Eropa menjadi sangat penting bagi perusahaan, inventor, dan pengembang AI di mana pun termasuk Indonesia sebagai negara di ASEAN yang juga banyak melahirkan Unicorn dan Decacorn.

Dalam Direktif AILD ini, tak tanggung-tanggung, Uni Eropa mengintroduksi penerapan doktrin tanggung jawab mutlak (strict liability). Doktrin ini menekankan prinsip pertanggungjawaban perdata, tanpa mesyaratkan pembuktian adanya kesalahan dari tergugat, sepanjang telah menimbulkan kerugian pada penggugat.

Sebagaimana dipublikasikan oleh European Parliamentary Research Service Artificial Intelligence Liability Directive (EU Legislation in Progress), bahwa Teknologi AI semakin banyak digunakan untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan di sejumlah sektor, seperti alat diagnosis penyakit, mobilitas dan transportasi, sistem mengemudi otonom, atau di bidang pertanian seperti alat pemantauan.

Proposal AILD telah diluncurkan sejak tahun lalu. Dilansir dari BBC News, dalam laporannya bertajuk EU Commission to make it easier to sue over AI products (28/9/2022), bahwa Komisi Eropa telah mengusulkan aturan baru untuk membantu orang yang dirugikan oleh produk yang menggunakan kecerdasan buatan dan perangkat digital seperti drone.

European Commision dalam publikasi melalui laman resminya, “Liability Rules for Artificial Intelligence” menyatakan berkomitmen untuk mempromosikan penggunaan AI, sekaligus mengatasi risiko yang terkait dengan penggunaannya.

Kerangka hukum diusulkan untuk mengatasi risiko penggunaaan AI yang berfokus pada penghormatan terhadap hak dan keamanan mendasar.

Melindungi pengguna

Melalui AILD, Komisi bermaksud untuk memastikan bahwa orang yang dirugikan oleh sistem kecerdasan buatan, mendapat tingkat perlindungan yang sama dengan orang yang dirugikan oleh teknologi lain.

Tujuan proposal AILD adalah, untuk meningkatkan fungsi pasar internal dengan meletakkan aturan yang seragam untuk aspek-aspek tertentu. Hal ini mencakup tanggung jawab perdata non-kontraktual atas kerusakan yang ditimbulkan akibat penggunaan sistem AI.

Uni Eropa mengintroduksi bahwa selama ini perusahaan media sosial dianggap berlindung di balik prinsip bahwa mereka hanyalah platform untuk barang orang lain, dan karenanya tidak bertanggung jawab atas kontennya.

Doktrin hukum yang dikenal dengan Safe Harbour, yang memberi keleluasaan bagi penyelenggara platform digital dalam berbagai aktivitasnya ini, terus dikritisi Uni Eropa.

Uni Eropa menyatakan, tidak ingin mengulangi skenario ini, misalnya dengan perusahaan yang membuat drone. Mereka bisa lolos saat menyebabkan kerugian hanya karena tidak secara langsung berada di belakang pengendali.

Prinsipnya, hal yang dapat menyebabkan kesulitan atau kerusakan, maka harus dipertanggungjawabkan jika itu terjadi.

Menurut Komisi Eropa, penggunaan AI yang berisiko tinggi, dapat mencakup infrastruktur atau produk, yang secara langsung dapat memengaruhi kehidupan, dan penghidupan seseorang. Contohnya transportasi, penilaian kompetensi, dan kontrol perbatasan.

AILD yang tengah disiapkan akan mengurangi beban pembuktian pada orang yang menggugat atas insiden yang melibatkan AI.

Uni Eropa akan membuat kerangka hukum seperti untuk mobil tanpa pengemudi, asisten suara, dan mesin pencari dalam cakupan AILD.

Setelah disahkan, aturan ini akan berjalan bersamaan dengan UU AI, yang juga sedang dalam proses disahkan menjadi UU di Parlemen Eropa.

AILD akan memberikan kompetensi kepada pengadilan nasional anggota Uni Eropa, untuk memerintahkan pengungkapan bukti tentang sistem AI berisiko tinggi yang diduga menyebabkan kerusakan.

Strategi Direktif

Dikutip dari European Parliamentary Research Service February 2023, Direktif AILD mencakup hal-hal sbb:

Pertama, Direktif ini diproyeksikan untuk memberi kepastian hukum, bahwa orang yang dirugikan oleh sistem AI, dapat memperoleh tingkat perlindungan yang sama dengan orang yang dirugikan oleh teknologi lain di Uni Eropa.

Direktif ini akan meringankan beban pembuktian bagi korban, dalam menuntut tanggungjawab akibat kerusakan yang disebabkan oleh sistem AI.

Sebagaimana dikemukakan oleh Tambiama Madiega, yang dirilis European Parliamentary Research Service, February 2023, dengan judul Briefing EU: Legislation In Progress Artificial Intelligence Liability Directive, bahwa untuk memastikan orang Eropa dapat memperoleh manfaat penuh dari teknologi baru ini dan menghormati nilai-nilai dan prinsip-prinsip UE, Komisi Eropa berkomitmen untuk mengadopsi pendekatan yang 'berpusat pada manusia'.

Kedua, konsumen Eropa umumnya menganggap aplikasi AI berguna untuk kehidupan sehari-hari. Sementara aturan kompensasi dan pertanggungjawaban terkait kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia atau barang, telah terbukti sangat rumit untuk ditegakkan.

Apalagi menyangkut konteks teknologi digital, seperti AI, internet of things dan robotika. Sebagai akibatnya, kepercayaan warga UE dan bisnis UE pada teknologi AI menjadi terganggu.

Ketiga, peraturan UE yang baru nanti diproyeksikan untuk mengatasi masalah kewajiban terkait sistem AI berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak.

Saat ini di Uni Eropa terdapat aturan tentang Product Liability Directive 85/374/EEC (PLD) dan aturan tanggung jawab nasional yang berlaku secara paralel.

Dalam konteks tanggung jawab perdata, selama ini dikenal bahwa korban dapat mengajukan tuntutan atas kerusakan yang disebabkan oleh produk dan layanan, berdasarkan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault-based liability).

Doktrin, tanggung jawab berdasarkan kesalahan ini, konstruksi hukumnya memerlukan pembuktian berupa adanya kerusakan karena kesalahan dari orang yang bertanggung jawab, serta kausalitas antara kesalahan itu dan kerusakannya.

Sementara itu dalam doktrin tanggung jawab mutlak (Strict liability), korban dapat mengajukan klaim atas kerugian yang dideritanya masing-masing, berdasarkan risiko yang relevan, tanpa perlu membuktikan kesalahan.

Korban biasanya hanya perlu membuktikan bahwa telah terjadi risiko yang berasal dari pihak yang bertanggung jawab secara hukum, atau akibat dari mereka yang mendapat keuntungan atas suatu kegiatan, yang menyebabkan risiko kepada publik.

AILD mengintroduksi prinsip "presumption of causality" untuk mengklaim cedera akibat produk berbasis AI.

Dalam hal ini korban tidak perlu menguraikan sistem AI yang rumit untuk membuktikan kasus mereka, asalkan terbukti adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dengan kinerja produk AI.

Keempat, AILD akan menetapkan aturan umum di mana produsen (dan dalam beberapa kasus pemasok/penjual) bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh cacat pada produk mereka, selama pihak yang dirugikan bisa membuktikan kerusakan, cacat dan hubungan sebab akibat antara keduanya.

Kelima, produk hukum yang akan dibuat adalah Artificial Intelligence Liability Directive. Sesuai dengan publikasi resmi Uni Eropa, bahwa di Uni Eropa terdapat beberapa jenis legislasi yang ditetapkan dalam perjanjian Uni Eropa, di mana Directive adalah salah satu jenis legislasi Uni Eropa.

Direktif merupakan produk legislatif yang menetapkan tujuan agar dicapai oleh semua negara Uni Eropa. Namun, menyerahkan kepada masing-masing negara untuk menyusun dan menuangkannya ke dalam regulasi nasional masing-masing.

Tidak seperti UU yang langsung berlaku setelah ditetapkan, Direktif harus diimplementasikan menjadi hukum nasional, sebelum akhirnya berlaku di masing-masing Negara Anggota.

Kita perlu terus mengkaji peran penting sekaligus dampak AI bagi masyarakat kita. Perkembangan teknologi, dampak ekonomi, sosial, budaya, perlu kita terus cermati dan kaji secara serius.

Produk legislasi dan praktik kebijakan di berbagai negara, perlu dijadikan variabel bahan komparasi hukum dan kebijakan yang akan dibuat. Melakukan kalibrasi hukum dan non-hukum adalah sebuah keniscayaan.

https://tekno.kompas.com/read/2023/05/29/10423237/aild-upaya-uni-eropa-kejar-tanggung-jawab-al

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke