Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampus Inginkan Kontrak Politik

Kompas.com - 31/03/2008, 13:05 WIB
JIKA kebetulan singgah di Kampus Institut Teknologi Bandung awal April ini, akan tampak ratusan poster dan baliho pasangan calon terpampang di berbagai sudut kampus. Namun, poster dan baliho itu bukanlah pasangan calon pemimpin Jawa Barat yang akan dipilih pada 13 April 2008.

Atribut itu berasal dari calon untuk pemilihan umum (pemilu) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITB. Suasana sama juga tampak di Kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Hiruk pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jabar justru sama sekali tidak terasa di lembaga pencetak intelektual itu. Bagi Aditya Anta (21), mahasiswa ITB asal Bandung, misalnya, pemilu BEM dinilai lebih menarik dibandingkan pilkada Jabar.

”Males ah, hanya janji-janji melulu. Kita tidak dapatkan hal-hal yang riil bagi rakyat,” kata warga Jabar, yang mengaku belum punya gambaran akan memilih pasangan calon gubenur-wakil gubernur mana nanti.

Aditya bisa saja mewakili jutaan pemilih pemula yang tergolong kritis, tetapi riskan apatis dan berpotensi jadi golongan putih (tidak memilih). Hasil survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) pada Februari 2008 menunjukkan, potensi golput dalam Pilkada Jabar sekitar 29 persen dari total pemilih terdaftar 27,9 juta jiwa.

Jumlah pemilih pemula yang berusia 17-22 tahun sekitar 9 juta orang. Pada Pemilu 2004, jumlah golput di Jabar mencapai 20 persen. Mereka didominasi kaum berpendidikan tinggi dan pemilih pemula.

Namun, Direktur Eksekutif Puskaptis Husin Yazid belum yakin potensi golput dalam Pilkada Jabar bakal disumbangkan pemilih pemula, seperti pemuda, pelajar, dan mahasiswa. Dia malah memprediksikan kelompok golput itu bakal dilakukan masyarakat Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten atau Kota Bekasi yang bekerja di Jakarta.

Sebaliknya, mahasiswa mewakili kelompok yang antusias terhadap ajang demokrasi. ”Jika mereka menjadi golput, penyebabnya sosialisasi yang rendah sehingga tidak bisa merespons,” katanya.

Kontrak politik

Sebagai kelompok idealis, mahasiswa memiliki strategi khas memperkuat posisi mereka di kancah pilkada. Dalam dialog publik yang digelar di Kampus Unpad akhir Februari lalu, BEM se-Jabar merumuskan delapan program prioritas di Jabar, antara lain realisasikan pendidikan dasar gratis, pemerintahan yang bersih, dan pemberantasan pungutan liar.

Mahasiswa meminta delapan program prioritas itu ditandatangani ketiga pasang calon kepala daerah Jabar sebagai kontrak politik. Jika kemudian hari tidak ditepati, calon terpilih itu harus mengundurkan diri secara sukarela.

Dari ketiganya, hanya pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf yang bersedia menandatanganinya. Sebaliknya, pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana dan Agum Gumelar- Nu’man Abdul Hakim menolak dengan alasan kontrak itu sebagai bentuk penekanan (pemaksaan).

Namun, mahasiswa berpandangan lain. ”Kontrak politik sengaja kami ajukan agar mereka tak hanya mengumbar janji kampanye dan lalu dilupakan begitu saja saat menjabat. Kalau serius, mereka seharusnya tidak perlu takut,” kata Presiden BEM Unpad Reza Fathurrahman.

Mahasiswa menyepakati hanya akan memilih calon yang punya komitmen kuat terhadap janji. ”Inilah yang terpenting. Jika tidak, ya kami tak akan (memilih),” ujar Reza.

Dialog Paguyuban Rektor se-Jabar beberapa waktu lalu menyimpulkan, provinsi itu dihadang banyak masalah, terutama pangan, ekonomi, energi, dan lapangan kerja. Jadi, dibutuhkan program kerja yang riil, realistis, dan berkesinambungan.

Yang perlu ditangani segera, kata Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Nanat Fatah Natsir, adalah kemiskinan. Masalah itu terkait erat dengan kesehatan dan pendidikan. Jumlah warga miskin kini mencapai 25 persen dari 32 juta penduduk Jabar. Namun, komitmen calon kepala daerah untuk menangani masalah itu belum terlihat.

Rektor ITB Djoko Santoso mengatakan, pemerintah harus bersinergi dengan perguruan tinggi dan masyarakat. Sinergi itu yang selama ini belum terlihat di Jabar. Nota kesepahaman yang dibuat hanya menjadi macan kertas.

”Percuma kalau bertepuk sebelah tangan. Menawarkan (hasil penelitian), tetapi tidak antusias disikapi,” kata Ketua Forum Rektor Indonesia ini.

Kini, di Jabar beroperasi sekitar 432 perguruan tinggi swasta serta delapan perguruan tinggi negeri dan kedinasan. Diselorohkan Nanat Fatah, dengan satu komando saja, potensi besar itu mampu digerakkan. (Yulvianus Harjono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com