Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI Tidak Bisa Datang ke DPR

Kompas.com - 09/12/2008, 19:19 WIB

JAKARTA, SELASA — Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dipastikan tidak hadir memenuhi undangan Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat untuk Kasus Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998, yang dijadwalkan menggelar rapat dengar pendapat Rabu, 10 Desember 2008.

Dalam surat jawabannya, menurut Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Marsda Sagom Tamboen, Selasa (9/12), Panglima TNI diagendakan mengikuti General Border Committee (GBC) ke-37 Malaysia-Indonesia, yang akan digelar Kamis, 11 Desember 2008 di Jakarta.

"Mulai Rabu sampai Sabtu (10-13 Desember 2008) Panglima TNI ada acara pertemuan GBC ke-37 Indonesia-Malaysia. Beliau sudah membalas surat undangan DPR itu. Soal kenapa tidak diwakilkan, kami pikir hal itu jauh lebih baik daripada nanti malah mengundang banyak polemik atau komentar lagi," ujar Sagom.

Pertemuan GBC ke-37 Indonesia-Malaysia itu, menurut Sagom, sudah menjadi agenda tahunan yang tidak kalah penting urgensinya mengingat pertemuan itu membahas banyak persoalan perbatasan antarkedua negara.

Seperti diwartakan, Pansus mengundang sejumlah pejabat, seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Panglima TNI untuk hadir dalam rapat dengar pendapatan itu.

Sesuai jadwal undangan yang diterima Kompas, pada Rabu besok, Panglima TNI beserta para Kepala Staf Angkatan juga diagendakan hadir dalam upacara militer menerima Kontingen Garuda XXIII-B, yang baru tiba dari Lebanon di Mabes TNI, Cilangkap.

Lebih lanjut saat ditanya soal perlu tidaknya Mabes TNI membuka data Dewan Kehormatan Perwira (DKP), yang dibentuk tahun 1998 terkait kasus penghilangan orang secara paksa, Sagom menyatakan, hasil persidangan DKP sebenarnya sudah diketahui masyarakat umum sejak awal.

"Hasilnya saat itu kan sudah diketahui publik, Pak Prabowo dicopot dari jabatannya dan diberhentikan dengan tidak hormat. Namun, kalau isi persidangan DKP bukan konsumsi publik, tidak jauh beda lah dengan sidang kode etik instansi lain atau sidang Badan Kehormatan DPR," ujar Sagom.

Sagom menilai sangat keliru jika ada sementara pihak beranggapan pengungkapan isi dan proses persidangan DKP saat itu ke publik bakal dapat membantu mencari keberadaan orang-orang yang masih dianggap hilang hingga saat ini.

Menurut Sagom, isi proses persidangan terhadap sejumlah anggota Tim Mawar seharusnya sudah cukup menjadi jawaban bagi mereka, yang masih mencari penjelasan atau keterangan soal keberadaan orang-orang yang masih dinyatakan hilang tadi.

"Belum ada surat dari Pansus meminta itu. Lagi pula mengacu pada undang-undang soal pelanggaran HAM berat, aturannya kan sudah jelas, sebelum Pengadilan Ad Hoc HAM dibentuk maka proses penyelidikan tidak bisa dilakukan," ujar Sagom.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com