Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca "Batu Geledek" Ponari

Kompas.com - 22/02/2009, 11:16 WIB

APA yang bisa kita refleksikan dari cerita Ponari, dukun cilik asal Jombang, Jawa Timur, yang diserbu belasan ribu pencari kesembuhan? Mungkin kasus ini hanya gambaran, betapa masyarakat sudah lelah dengan segala kekisruhan negeri ini dan gampang terbuai apa saja yang dianggap bisa menyelamatkan. Jangan-jangan inilah gejala messianisme baru yang selalu muncul saat krisis.

Jumat (20/2) pagi, ratusan orang bergerombol di depan pagar SD Negeri I Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang. Mereka setia menunggu dukun cilik M Ponari (10) yang hari itu untuk pertama kalinya kembali bersekolah setelah 22 hari libur akibat sibuk melayani ribuan pasien. Jika ada kesempatan, orang-orang itu bakal berebut berkah ”batu geledek” Ponari.

”Saya sudah tiga hari antre di sini,” kata Satumi (62), warga Mojokerto. Perempuan ini mengaku, penyakit mag dan darah tingginya sembuh di tangan Ponari sehingga dia balik lagi untuk mengenyahkan penyakit lainnya.

Puluhan ribu sudah orang menyesaki Dusun Kedungsari, tempat tinggal Ponari. Mereka berdesakan, bahkan sampai ada yang meninggal, demi mencecap penyembuhan dari batu yang dicelupkan ke air. Ketika makin sulit mengakses Ponari, sebagian pengunjung nekat meraup tanah, air got, gedek bambu, atau apa saja dari sekeliling rumah si dukun cilik.

Belakangan, muncul dukun cilik lain, juga di Jombang. Namanya Dewi Setiawati (12) di Dusun Pakel, Desa Brodot, Kecamatan Bandarkedungmulyo. Begitu kabar beredar, ratusan orang pun meluruk ke sana.

Bagaimana sebaiknya kita melihat fenomena Ponari? Kenapa orang begitu percaya pada pengobatan ala Ponari yang keampuhannya sulit dibuktikan?

Dengan perspektif lebih luas, kita bisa merunut beberapa kasus lain yang kurang lebih memperlihatkan gejala kerumunan massa yang memimpikan jalan penyelamatan.

Awal tahun 2009, mencuat kasus Agus Imam Solihin, pemimpin kelompok Satria Piningit Weteng Buwono di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Agus yang mengaku sebagai titisan Presiden Soekarno dan Imam Mahdi Sang Penyelamat itu juga punya sejumlah pengikut.

Akhir tahun 2007, Ahmad Moshaddeq alias Abdul Salam asal Depok, Jawa Barat, memproklamirkan diri sebagai nabi bagi kelompoknya, Al Qiyadah Al Islamiyah. Sebelumnya, sejak akhir tahun 1990-an, Lia Aminuddin mendeklarasikan Salamullah, kemudian berubah jadi God’s Kingdom Eden. Kelompok ini juga mengklaim diri sebagai penyelamat.

Messianistik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com