Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiap Hari Rp 1 Miliar Beredar di Dusun Ponari

Kompas.com - 23/02/2009, 10:07 WIB

JOMBANG, SENIN — Dukun cilik Ponari (10) asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, yang sejak 17 Januari lalu praktik pengobatannya dibanjiri ribuan pengunjung ikut memberi manfaat bagi warga desa dan sekitarnya.

Ratusan orang ikut menikmati rezeki dari popularitas Ponari, mulai dari tukang parkir, penjual minuman dalam kemasan, penjual makanan dan minuman, hingga warga yang rumahnya dijadikan tempat penginapan bagi pengunjung.

Dari segala aktivitas perekonomian itu, perputaran uang di kampung Ponari diperkirakan mencapai ratusan juta, bahkan bisa mencapai Rp 1 miliar per hari.
Rif’atin, tetangga Ponari, yang berjualan berbagai minuman, nasi bungkus, dan makanan kecil, mengaku setiap hari rata-rata mengantongi keuntungan bersih sekitar Rp 60.000. Ini jelas jumlah yang besar bagi Rif’atin yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tani yang dibayar Rp 30.000 per hari.

Selain membuka warung secara dadakan, Rif’atin juga menerima pengunjung yang ingin istirahat atau menginap di rumahnya yang sederhana. “Ada satu kamar kosong, jadi bisa dimanfaatkan sebagai tempat istirahat bagi yang memerlukan,” kata Rif’atin.

Untuk penginapan ini, Rif’atin mengaku tak mematok tarif. Tapi, rata-rata pengunjung memberikan uang Rp 25.000 per malam. “Kita sifatnya menolong orang yang lagi kesusahan dan mencari kesembuhan. Jadi, seikhlasnya saja,” imbuh Ri’atin.

Masduki, tukang ojek warga Desa Denanyar, mengaku, setiap hari penghasilannya bervariasi. Kalau akhir pekan, Sabtu dan Minggu, Masduki bisa mengantongi Rp 200.000. “Kalau pas ramai, bisa narik sampai 15 kali. Tapi kalau sepi, misalnya hari Jumat, dapat Rp 100.000 sudah bagus,” kata Masduki, yang semula bekerja sebagai pekerja bengkel sepeda motor itu.

Banyak informasi menyebutkan, panitia dan tukang parkir memperoleh hasil besar dari kesuksesan Ponari menarik massa. Namun, Imam Suhadi, salah satu panitia, mengatakan, tidak semua tukang parkir mendapat rezeki berlimpah.

Memang, kata Imam, ada yang dapat uang banyak, terutama yang mengelola parkir di ujung jalan poros desa, di mana mobil diharuskan parkir di tempat itu karena tidak dibolehkan masuk ke gang yang menuju rumah Ponari. “Pernah dalam sehari semalam mereka mendapat Rp 4 juta. Setelah dibagi anggota kelompoknya, masing-masing memperoleh sekitar Rp 800.000,” ujarnya. Untuk parkir mobil dikenai biaya Rp 5.000. Tapi banyak juga yang memberikan lebih dari itu.

Panitia sendiri? Imam menyatakan, jika ada yang mengira panitia mendapat uang banyak dari aktivitasnya mengelola pengobatan Ponari, itu keliru. “Kami memang mendapat honor, utamanya dari parkir sepeda motor yang kami kelola. Namun jumlahnya kecil, rata-rata Rp 15.000 per hari. Tapi kami bahagia bisa membantu orang yang membutuhkan pertolongan,” kata Imam.

Sejak pamor Ponari sebagai dukun cilik melonjak tajam, peredaran uang di dusun yang relatif miskin itu juga meningkat tajam. Jika dihitung rata-rata setiap hari pengunjung yang datang berjumlah 6.500 orang dan setiap pengunjung membelanjakan uangnya Rp 25.000, maka uang yang berputar di sana mencapai sekitar Rp 162,5 juta per hari. Jumlah ini bahkan bisa lebih dari itu pada hari Sabtu dan Minggu karena jumlah pengunjung bisa mencapai 20.000 orang. Selain itu, pada Sabtu dan Minggu banyak pengunjung luar kota yang menggunakan mobil pribadi, yang tentu lebih royal dalam membelanjakan uangnya.

Adapun hitungan rata-rata pengeluaran total Rp 20.000 per hari per pengunjung itu didapat dari rincian untuk biaya beli kupon Rp 5.000, parkir sepeda motor Rp 3.000, kotak amal Rp 5.000, beli satu botol air minum dalam kemasan Rp 2.000 (untuk dicelup batu ajaib Ponari), serta biaya makan-minum Rp 10.000.

Mulyati, warga Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan, Jombang, mengatakan, dia sudah dua kali datang ke Ponari dan rata-rata mengeluarkan uang Rp 22.000.

Namun, Suhardi, anggota F-PDIP DPRD Jombang yang juga tetangga Ponari, mengatakan, uang yang beredar di kampung itu bisa mencapai Rp 1 miliar setiap hari. “Sebab, rata-rata jumlah pengunjung 20.000 orang, dan setiap orang membelanjakan uang Rp 50.000,” kata Suhardi.

Sementara itu, uang yang sudah terkumpul dari kotak amal milik Ponari diperkirakan sudah mencapai sekitar Rp 600 juta. Sebab, posisi pada 6 Februari lalu, menurut Senen (70), kerabat Ponari, saldo uang di bank atas nama Mukharomah, ibunda Ponari, Rp 328 juta. Jika pada 6 Februari saja Rp 328 juta, wajar jika sekarang posisinya mencapai 600 juta.

Hitungan kasarnya, jika sejak buka praktik 17 Januari lalu, setiap hari Ponari mengobati rata-rata 6.000 orang saja, dan setiap pasien memasukkan uang di kotak amal rata-rata Rp 5.000, maka selama 22 hari pengobatan (setelah dikurangi libur setiap Jumat dan libur akibat penutupan sementara), terkumpul minimal Rp 600 juta.

Senen mengaku tidak seluruh uang dari kotak amal dimasukkan ke bank, tapi sebagian juga untuk kebutuhan operasional sehari-hari seperti sewa tenda, kursi, pengeras suara, dan sebagainya.

Minta Maaf

Sementara itu, insiden pemukulan terhadap anggota TNI AL yang dilakukan panitia yang mengawal praktik pengobatan Ponari, agaknya membuat panitia gerah. Panitia pun lantas menyatakan minta maaf.

Permintaan maaf itu disampaikan ketuanya, Anang Bagus, melalui wartawan, Minggu (22/2). “Kami atas nama panitia secara tulus menyatakan permohonan maaf kepada anggota marinir yang menjadi korban kekerasan,” kata Anang.

Tapi Anang membantah jika pelaku kekerasan terhadap anggota TNI tersebut adalah panitia. Menurutnya, pelaku pengeroyokan adalah sesama pengunjung.

Menurut Anang, panitia berencana untuk menutup selamanya praktik pengobatan Ponari, karena massa pengunjung sudah sulit dikendalikan, sehingga panitia kewalahan. Rencana penutupan segera dirapatkan Minggu (22/2) malam, melibutkan unsur Muspika.

Seperti diberitakan, panitia pengobatan mengeroyok seorang anggota TNI AL, Sabtu (21/2), karena korban yang bernama Sungkono (bukan Suwoto) dianggap tidak patuh pada aturan panitia. saat itu Sungkono berupaya memperoleh air bertuah milik Ponari guna memberikan pengobatan kepada ibundanya.

Karena massa mengantre lewat jalur (pintu) masuk ke praktik Ponari penuh, Sungkono berusaha masuk melalui pintu keluar. Korban yang berpakaian preman itu ditolak masuk panitia.
Salah satu panitia menanyakan kartu tanda anggota (KTA) korban guna memastikan korban merupakan anggota TNI. Tapi sebelum Sungkono memperlihatkan KTA-nya, mendadak salah satu panitia melayangkan pukulan ke arah Sungkono. (st8)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com