Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesia di Wikileaks

TB Silalahi Harus Konfirmasi WikiLeaks

Kompas.com - 21/03/2011, 11:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penasihat senior Presiden, TB Silalahi, diminta untuk segera memberikan konfirmasi seputar bocoran informasi yang dimuat harian The Age dan Sidney Morning Heralds. Nama Silalahi beberapa kali disebut oleh kedua harian ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai sepak terjang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala pemerintahan periode 2004-2009.

"Menurut saya, TB Silalahi bisa dipanggil, ditanya. Jadi ada kejelasan bagi rakyat bahwa itu tak benar," ungkap mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto di Jakarta, Minggu (20/3/2011).

Menurut Tyasno, pemerintah harus melawan data dengan data untuk membantah. Bukan hanya sanggahan-sanggahan yang dilontarkan banyak pihak ke media. Dengan demikian, rakyat yang gamang pasca-pemberitaan tersebut bisa memperoleh jaminan terhadap rasa percaya mereka. Konfirmasi diperlukan untuk membina hubungan antara pemerintah dan rakyatnya.

"Kepercayaan rakyat diperlukan bagi pemerintahan yang kuat," tambahnya.

Penjelasan dari Silalahi tentu bisa difasilitasi melalui aparat penegak hukum yang dimiliki pemerintah ataupun Badan Intelijen Negara (BIN). "Mereka sudah lebih tahu," tandasnya. 

Harian Australia, The Age, Jumat (11/3/2011), memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Laporan harian itu berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks.

Kawat-kawat diplomatik tersebut, yang diberikan WikiLeaks khusus untuk The Age, mengatakan, Yudhoyono secara pribadi telah campur tangan untuk memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi tokoh-tokoh politik korup dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan badan intelijen negara demi memata-matai saingan politik dan, setidaknya, seorang menteri senior dalam pemerintahannya sendiri.

Kawat-kawat itu juga merinci bagaimana mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Desember 2004 dilaporkan telah membayar jutaan dollar AS sebagai uang suap agar bisa memegang kendali atas Partai Golkar. Kawat-kawat itu juga mengungkapkan bahwa istri Presiden, Kristiani Herawati, dan keluarga dekatnya ingin memperkaya diri melalui koneksi politik mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com