Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuantar Surat ke Ujung Nusantara

Kompas.com - 14/08/2011, 01:39 WIB

Data PT Pos Indonesia menunjukkan, jumlah kiriman surat dan paket mencapai puncaknya pada tahun 1997, sebanyak 725 juta pucuk. Sekitar 580 juta pucuk di antaranya adalah surat atau paket pribadi, mulai dari surat cinta, surat minta kiriman uang indekos kepada orangtua, surat korespondensi dengan sahabat, sampai kartu pos atau paket berisi kiriman sambal dari kampung.

Namun, sejak itu jumlah surat dan paket terkirim terus menurun, dan pada 2010 tinggal mencapai 213,2 juta pucuk. Hanya 43 juta pucuk surat yang merupakan surat pribadi. Bahkan, seorang filatelis yang juga Wakil Kepala Bidang Proses MPC Bandung, Tantan Nurdiana, pun kian jarang menggeluti hobinya mengumpulkan prangko.

”Semakin sulit bagi saya mengumpulkan prangko karena saya juga lebih kerap berkirim kabar lewat Facebook. Bahkan, komunikasi dengan teman-teman sesama penggemar filateli pun kami lakukan lewat Facebook,” ujar Tantan.

Paket gantinya 

Direktur Utama PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana menuturkan, perkembangan teknologi informasi dan semakin murahnya ongkos jasa telepon seluler menyurutkan minat orang berkirim surat. Namun, ternyata gelombang pasang internet dan seluler tak selalu berakibat buruk bagi PT Pos Indonesia.

”Memang surat pribadi tergantikan internet dan SMS. Namun, internet juga mengubah cara orang berbelanja. Sekarang, semakin banyak orang berbelanja di internet, semakin banyak paket dikirimkan lewat pos,” kata Mardjana. Kiriman paket yang sepuluh tahun lalu baru mencapai 1,27 juta buah per tahun, pada 2010 melonjak menjadi 8,16 juta buah per tahun.

PT Pos Indonesia juga menggenjot para pelanggan pengirim surat bisnis. Ketika jumlah orang berkirim surat pribadi terus berkurang, jumlah kiriman surat tagihan kartu kredit, tagihan polis asuransi, tagihan telepon, tagihan air PAM, dan surat bisnis lainnya justru terus bertambah.

Dengan kata lain, tukang pos pun tak selalu dinantikan. ”Dulu, orang berebut menyambut surat yang kami antar, sekarang terkadang penerima tagihan berkelit. Kadang bilang tagihan belum diterima karena takut kena denda keterlambatan pembayaran. Bahkan, orang yang bertanda tangan di resi saja bisa mengaku belum menerima surat tagihan,” kata Waino (50), pengantar pos di Bandung, tertawa.

Yang tidak terhindarkan, pendapatan PT Pos Indonesia dari jasa pengiriman pos semakin berkurang, sementara pendapatan dari jasa keuangan, termasuk mencairkan uang pensiun Slamet, semakin bertambah. PT Pos Indonesia juga berbisnis logistik, mengirim berbagai barang konsumsi ke berbagai pelosok Nusantara.

Marketing and Business Development Director PT Pos Indonesia Setyo Riyanto menyatakan, dari diversifikasi usaha itu, PT Pos Indonesia bertahan hidup. Pada 2010, PT Pos Indonesia meraih laba Rp 86 miliar dengan total pendapatan Rp 3,1 triliun.

Mardjana menyatakan, jaringan 3.780 kantor pos dan 24.000 titik layanan yang menjangkau 42 persen kelurahan/desa dan 940 lokasi transmigrasi terpencil di Indonesia merupakan kekuatan berbagai bisnis selain pengiriman pos. Namun, satu pucuk surat pribadi yang tersisa di kantor pos harus dikirim ke alamat tujuannya, ke mana pun, dengan biaya Rp 1.500.

”Kami tetap akan memenuhi kewajiban untuk mengirimkan setiap pucuk surat ke mana pun. Itu kewajiban PT Pos Indonesia memenuhi Layanan Pos Universal. Dan, kehadiran petugas pos di setiap wilayah perbatasan Indonesia adalah wujud kedaulatan efektif pemerintah atas wilayahnya. Kita wajib hadir di ujung-ujung Nusantara,” tutur Mardjana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com