Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kartel Versus Kartel

Kompas.com - 10/10/2011, 02:10 WIB

Boni Hargens

The best thing that can be said about SBY is that he held Indonesia steady. No major moves forward. No major collapses. Just treading water, holding the country in place, avoiding drowning

(Prof Jeffrey A Winters, 7 Juli 2011, dalam surat kepada penulis).

Tema kartel politik sudah lama dibincangkan.

Di harian ini, dalam terbitan 20 Mei 2010, pernah kami definisikan kartel politik sebagai persekongkolan elite (partai) politik dalam satu oligarki semu untuk menetapkan haluan politik tertentu yang sifatnya tertutup bagi umum dan bertujuan membatasi kompetisi.

Apa yang terjadi sekarang? Be- narkah teori konspirasi masih aktual memahami korelasi antara kekacauan sosial—seperti bom Solo pada 25 September lalu— dan keterancaman sebagian elite akibat agenda pemberantasan korupsi? Betulkah ada arus ganda: di satu sisi arus delegitimasi KPK oleh kekuatan laten dan di sisi lain arus institusionalisasi korupsi modern dengan melibatkan KPK? Singkatnya, siapa dalang di belakang drama ketakmenentuan politik, sosial, dan hukum belakangan ini?

”Kartel melawan kartel. Ini realitas yang kita hadapi,” kata Indra Maulana, penyampai berita televisi swasta, sesudah dialog tentang polemik Komite Etik KPK dan Nazaruddin. Sepintas tesis Maulana adalah kesimpulan akhir tulisan ini. Artinya, kalau teori konspirasi masih berlaku, dipastikan ada banyak tangan tak kelihatan yang bermain kasar dengan cara halus dan samar di balik berbagai kasus besar yang menggelinding di permukaan.

Tahun ini Jeffrey A Winters menerbitkan buku Oligarchy. Kitab terbitan Cambridge University Press itu membantu kita memahami substansi diskursus ini. Winters tak memakai kata kartel atau kartelisasi. Oligarki adalah kata kunci Winters dalam memahami gerak modal di medan politik. Baginya, perang kekuasaan politik adalah perang antarsegelintir elite yang menguasai modal. Itulah perang antaroligarki. Oligarki Indonesia, yang dibahasnya bersama Filipina di bab ke-4, berbasis pada patronase ekonomi-politik.

Oligarki Winters dalam konteks tertentu lebih pantas disebut kartel. Oligarki memiliki pelaku, paling tidak jumlah dan kekuatan modalnya, dan pola perilaku yang terukur. Adapun kartel cenderung samar dan tak terukur, kecuali dampaknya. Namun, baik oligarki maupun kartel sama- sama mempertahankan dua hal yang dielaborasi Winters: sumber kekuasaan dan kekayaan.

Logislah ada penggiringan opini publik melalui berbagai peristiwa atau kasus. Kartel selalu bertujuan mengatur arus politik karena kepentingan ekonomi- politik yang dipelihara. Masuk akal juga bahwa kekuatan laten mau mendelegitimasi KPK atau menarik individu KPK ke kanal korupsi sistemik sebab di saat persepsi publik terhadap lembaga penegak hukum memburuk, korupsi politik sulit diadili, dan itulah momentum kemenangan bagi koruptor.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com