Jakarta, Kompas
”Nantinya, ada mekanisme yang jelas soal kewajiban untuk tes. Tidak hanya pilot yang diwajibkan, tetapi juga teknisi pesawat dan pengatur lalu lintas udara,” kata juru bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan, Jumat (13/1), di Jakarta.
Dilibatkannya teknisi dan pengatur lalu lintas udara, kata Ervan, karena yang bertanggung jawab dengan keselamatan bukan hanya pilot. Jadi, pemerintah menargetkan keselamatan terbang yang lebih baik.
Meski demikian, kata Bambang, pembebanan untuk kegiatan tes itu dibebankan kepada operator ataupun perusahaan penyedia jasa. Sebab, regulator telah mengerjakan tes narkoba tiap enam bulan sekali.
Kamis lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat edaran bernomor HK010/1/1/DRJU-2012 tentang standar prosedur pencegahan terkait penyalahgunaan narkoba oleh personel operasi pesawat udara.
Telah diinstruksikan pula kepada semua operator penerbangan agar mengintensifkan pelaksanaan prosedur tersebut dan melaporkan hasilnya apabila ditemukan bukti positif penyalahgunaan narkoba oleh personel pesawat udara.
Ditjen Perhubungan Udara juga meminta maskapai reguler dan carter yang belum memiliki prosedur standar pemeriksaan narkoba dan alkohol agar segera menyusunnya. Tujuannya, untuk menghindari temuan serupa pada kemudian hari.
Direktur Umum Lion Air Edward Sirait mengatakan, sebenarnya operator dengan serius selalu mengawasi pilotnya. ”Kami juga tes para pilot, tetapi kan secara acak. Tidak dapat selalu dicek,” katanya.
Edward menegaskan, biaya pengecekan dapat dicarikan. ”Tetapi, apa harus mengecek 600 pilot setiap hari? Jangan lupa, kita juga berhadapan dengan profesionalisme pilot. Ada kesan kita juga paranoid,” ujarnya.
Bambang juga mengakui bahwa tidak mungkin selalu mengecek narkoba dalam tubuh pilot sebelum lepas landas. ”Ada privasi yang juga harus dihormati,” katanya.