Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Pencurian Pulsa, Bisnis Content Provider "Kering"

Kompas.com - 21/03/2012, 17:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejak moratorium SMS premium Oktober 2011 lalu, industri content provider (CP) mengalami mati suri. Bahkan, omzet CP hingga saat ini hanya tersisa satu persen dari kondisi normal.

Chairman Indonesian Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) Augustinus Haryawirasma menjelaskan, omzet bisnis CP sebelum Oktober 2011 rata-rata mencapai Rp 7 triliun per tahun atau sekitar Rp 1,75 triliun per kuartal.

"Sekarang cuma tersisa sekitar satu persen atau hanya Rp 1,75 miliar per bulan. Jadi, bisnisnya kecil sekali," kata Haryawirasma selepas diskusi "Beda Kasus Pencurian Pulsa" di Planet Hollywood Jakarta, Rabu (21/3/2012).

Hingga saat ini, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun belum mencabut moratorium layanan SMS premium sehingga para CP pun belum bisa melanjutkan usahanya.

Agar bisnis CP tetap berjalan, kata Haryawirasma, pihaknya sebagai asosiasi mendorong para CP untuk melakukan diversifikasi usaha, baik beralih membuat aplikasi game, layanan musik, maupun menjadi manajemen artis.

"Karena layanan SMS premium di Indonesia sedang dihentikan, kami akan menjual konten ke luar negeri," tambahnya.

Salah satu caranya adalah menggandeng pihak Ericsson yang memiliki aplikasi RPX Mobile berbasis BlackBerry dan Android. Harapannya, konten-konten yang dibuat oleh CP di Tanah Air bisa dijual di luar negeri dengan layanan tersebut.

Untuk menjualnya, RPX Mobile yang dimiliki Ericsson telah bekerja sama dengan operator di beberapa negara.

"Nanti akan ditentukan, mana negara yang paling tepat untuk dijual kontennya. Biasanya kami tetap memakai sistem bagi hasil," urainya.

Menurut Haryawirasma, sistem bagi hasil antara operator di luar negeri dan CP di Tanah Air dinilai lebih menguntungkan dibanding kerja sama dengan operator lokal, khususnya di Indonesia.

"Biasanya kami mendapat sistem bagi hasil 50-50. Tapi dengan operator luar negeri bisa 80-20. Sekitar 80 persen untuk CP," ungkapnya.

Namun, IMOCA tidak menginginkan bisnis CP saat ini berjalan tanpa arah. Pihak BRTI dan Panitia Kerja Pencurian Pulsa harus segera menyelesaikan draf revisi Peraturan Menteri Nomor 1/2009 tentang layanan pesan premium. Harapannya, bisnis CP segera memiliki payung hukum dan lekas berjalan seperti biasa.

"Tapi untuk pulih seperti sedia kala perlu waktu hingga dua tahun," ungkapnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com