Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tidak Melarang SMS Gratis Antaroperator

Kompas.com - 04/06/2012, 16:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mulai hari Jumat (1/6/2012), layanan pesan singkat atau SMS gratis antaroperator tidak ada lagi. Namun, pemerintah masih memperbolehkan layanan SMS gratis antaroperator sebagai nilai tambahan operator.

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menjelaskan kebijakan interkoneksi berbasis biaya memang akan menekan penggunaan SMS gratis antaroperator. Akan tetapi, bila operator masih menginginkan layanan tersebut,  pemerintah masih memperbolehkan.

"SMS gratis antaroperator masih diberikan operator, ya silakan. Tidak apa-apa," kata Tifatul, selepas membuka acara Broadcast and Multimedia Show (BMS) di Balai Kartini Jakarta, Senin (4/6/2012).

Pemerintah masih memperbolehkan pemberian SMS gratis antaroperator karena operator dianggap masih bisa mengambil untung dari suara (voice) dan data (internet). Dengan demikian, keuntungan dari dua layanan tersebut bisa menyubsidi pemberian SMS gratis antaroperator.

Terkait efektivitas pengurangan SMS spam, pemerintah akan menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan interkoneksi ke masing-masing operator. Pemerintah hanya membuat regulasinya saja.

"Jika ada saja operator yang masih menawarkan SMS gratis, itu ya terserah operator. Terkait efektivitas mengurangi SMS spam, itu juga wewenang operator," tuturnya.

Sekadar catatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika kini menerapkan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dinilai lebih adil bagi operator dan menguntungkan masyarakat.

Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, Kamis (31/5/2012), menyampaikan, penerapan kebijakan interkoneksi berbasis biaya pada SMS ini menyusul layanan telekomunikasi berbasis suara berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi yang telah berlaku sejak April 2008.

Gatot menerangkan, layanan SMS antaroperator berdasarkan skema sender keep all (SKA) yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Keuntungan hanya dinikmati operator pengirim SMS, sedangkan operator penerima tidak mendapatkan keuntungan dan hanya kebanjiran lalu lintas SMS. Padahal, penggunaan jaringan membutuhkan biaya operasional.

”Bayangkan, dalam sehari saja terdapat  400-500 juta SMS per operator. Lalu lintas SMS yang padat ini bisa mengganggu kualitas jaringan,” ujar Gatot.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com