Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
EKONOMI KREATIF

Industri Animasi Mulai Dilirik

Kompas.com - 09/07/2012, 02:40 WIB

Batam, Kompas - Industri animasi Indonesia mulai dilirik banyak negara. Kreativitas anak bangsa ini belum sepenuhnya mendapatkan dukungan pemerintah, padahal potensi sumber daya manusia di Indonesia sangat besar.

Direktur Teknologi PT Kinema Systrans Multimedia Daniel Harjanto di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (7/7), mengatakan, ”Sejak berdiri tahun 2005, dengan jumlah tenaga kerja kreatif mulai dari lima orang dan kini mencapai 200 orang, industri animasi kita mulai dilirik oleh negara lain. Berbagai judul film animasi pun telah kami hasilkan, tetapi justru belum pernah dilirik oleh pemesan dari dalam negeri.”

Beberapa film yang dihasilkan antara lain berjudul Sing to the Dawn (2007) yang versi Indonesia diberi judul Meraih Mimpi (2009), Rollbots (2007-2008), The Garfield Show yang tergarap dalam tiga seri (2009-2012), Contraptus (2010), Chicken Town (2011), Franklin and Friends dalam dua seri (2010-2012), Tatsumi (2011), dan ada juga film layar lebar yang penggarapannya dilakukan di Batam.

Menurut Daniel Harjanto, Indonesia tidak ketinggalan dalam penguasaan teknologi. Proses animasi pun melibatkan sekitar 95 persen tenaga lokal. Kini, yang menjadi hambatan adalah persoalan pendanaan untuk bisa tetap kompetitif seiring dengan kemampuan bersaing dalam mempekerjakan tenaga-tenaga terampil.

Daniel Harjanto menjelaskan, produksi sebuah film animasi untuk satu episode di Amerika Serikat mencapai 350.000 dollar AS, Kanada mencapai 300.000 dollar AS, India 65.000 dollar AS, dan China 85.000 dollar AS. Untuk Indonesia, satu episode bisa mencapai 65.000 dollar AS hingga 85.000 dollar AS.

”Tentu, bebannya sangat tinggi kalau dibebankan pada satu broadcaster,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, Daniel Harjanto menjelaskan, biaya produksi animasi Upin dan Ipin bikinan Malaysia, misalnya, hampir 50 persen berasal dari insentif Pemerintah Malaysia. Insentif itu terdiri dari potongan pajak dan fasilitas pajak 5-10 tahun, pengadaan peralatan dilakukan oleh lembaga pemerintah, dan subsidi langsung dalam biaya produksi. Industri kreatif ini sesungguhnya sangat potensial dalam menyumbangkan pendapatan negara. Industri kreatif Inggris berkontribusi lebih dari 12 persen, Amerika Serikat lebih dari 10 persen, sedangkan Indonesia masih kurang dari 1 persen.

Menteri Perindustrian MS Hidayat sewaktu mengunjungi studio Kinema mengatakan, ”Sejauh ini industri kreatif yang memproduksi film-film animasi ini belum merumuskan kebutuhan insentif yang diharapkan dari pemerintah. Yang perlu ditekankan, saya sebagai penentu kebijakan industri sangat prihatin karena banyak tenaga terampil di bidang industri kreatif ini yang justru dibajak oleh negara lain. Ini tidak boleh terjadi di masa depan.” (OSA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com