Reaksi pertama disampaikan Pemerintah AS lewat juru bicara Gedung Putih, Jack Carney, di Washington DC. Carney memastikan sistem pertahanan AS memiliki kemampuan penuh untuk mengantisipasi serangan peluru kendali balistik Korut.
”Sistem pertahanan AS dirancang untuk menghadapi serangan rudal jarak jauh. Kondisinya juga sangat baik dan sukses mengujicobakan sistem penangkis rudal darat ke udara,” lanjut Carney.
Namun, AS mengakui bahwa Korut menguasai teknologi rudal balistik jarak menengah, yang mampu menghajar sasaran lain yang lebih dekat, seperti pangkalan militer AS di Jepang atau Korsel.
Kekhawatiran itu disuarakan Victor Cha dari lembaga pemikir Center for Strategic and International Studies untuk masalah Korea. Menurut Cha, sulit memastikan sistem pertahanan seperti apa yang dibutuhkan untuk menghadang serangan rudal jarak menengah itu.
Menurut David Wright dari organisasi Union of Concerned Scientists, sistem pertahanan itu dibangun pada masa pemerintahan Presiden George W Bush, yang dalam sejumlah uji coba tahap awal dinilai belum sempurna.
Militer AS di Asia Timur menempatkan sistem rudal penangkis darat-udara Patriot dan laut-udara Aegis yang didesain untuk menangkis serangan rudal jarak pendek. Keraguan atas kesiapan AS, menurut utusan AS untuk Korut, Glyn Davies, tidak berarti menjadikan AS kurang awas dalam menghadapi ancaman dari Korut.
”Korut jangan salah perhitungan. Kami selalu memperlakukan ancaman apa pun dari mereka secara serius. Kami memiliki postur pertahanan yang tepat untuk menghadapi krisis apa pun yang muncul,” ujarnya.
Dari Jerman, Menteri Luar Negeri Guido Westerwelle menekan China, sekutu terdekat Korut, untuk segera bersikap dan menggunakan pengaruhnya atas negeri itu. Westerwelle meminta China membujuk Korut menghentikan berbagai bentuk provokasi yang berisiko mengisolasi negara itu lebih serius.
Menlu Jerman menyambut baik dukungan China atas sanksi terbaru Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. ”Namun, tak cukup sampai di situ. China harus memperingatkan Korut bahwa kali ini mereka sangat keterlaluan. Saya mendesak China menggunakan pengaruh kepada Korut,” ujar Westerwelle.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, di Beijing, justru meminta semua pihak tenang dan menahan diri. ”Kami meminta pihak terkait menghindari tindakan yang dapat menaikkan ketegangan. Kondisi di Semenanjung Korea sangat rumit dan sensitif,” ujarnya.
Sementara itu, dalam tayangan televisi pemerintah (KCNA), Pemimpin Korut Kim Jong Un diberitakan mengunjungi divisi artileri di dua pulau garis terdepan pertahanan negeri itu, yakni On Mu dan Jangjae.
Dalam tayangan itu, Jong Un dan jajarannya disambut dengan penuh kegembiraan dan emosional oleh pasukan Korut, berikut keluarga mereka.
Dalam tayangan tersebut, Jong Un tampak memeluk salah seorang anak perempuan yang ikut menyambut kedatangannya.
Pulau yang dikunjungi Jong Un itu pada 2010 menjadi sumber serangan artileri besar-besaran Korut ke Pulau Yeonpyeong milik Kosel, yang berbatasan laut dengan kedua pulau itu. Dalam insiden tersebut, empat warga sipil Korsel tewas.
Dalam kunjungan itu, Jong Un mengatakan, pasukannya siap menyerang Korsel habis-habisan begitu ada provokasi. (AFP/AP/REUTERS/BBC/DWA)