Karakter anak itu didesain dengan metode tiga dimensi (3D), memiliki perawakan Filipina, berusia 10 tahun, dan diberi nama "Sweetie". Karakter virtual itu dikendalikan oleh para peneliti Terre des Hommes di Amsterdam, Belanda.
Untuk memulai penelitian, Sweetie memasuki ruang bincang publik di internet (public chat room). Dalam kurun waktu relatif singkat, lebih dari 20.000 paedofil dari seluruh dunia mendekati Sweetie dan memintanya melakukan aksi seksual melalui webcam perangkat komputer.
Kesimpulan penelitian Terre des Hommes menunjukkan, 1.000 orang dewasa dari 71 negara terlibat dalam pariwisata seks anak melalui webcam.
Menurut data PBB dan FBI, setiap saat ada 750.000 pelaku kekerasan seksual anak yang terhubung dengan internet.
Di wilayah Asia Tenggara, banyak anak dari Filipina yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan secara online dari webcam perangkat komputer.
Country Manager Terre des Hommes Indonesia Sudaryanto mengatakan, kekerasan seksual macam ini sedang meningkat di beberapa lokasi di Filipina, baik itu atas kemauan si anak sendiri, diorganisasi oleh orang dewasa, ataupun diminta oleh orangtuanya.
Di Indonesia, setidaknya terlacak tiga pelaku yang mengeksploitasi anak dengan praktik kekerasan seksual melalui webcam. "Kami tak bisa memastikan apakah itu warga negara Indonesia atau bukan. Kami juga tak bisa melacak posisi pastinya. Tapi yang jelas kekerasan seksual pada anak melalui media online akan terus berkembang dari sisi teknologi ataupun modusnya," katanya.
Meskipun kekerasan seksual pada anak melalui webcam dilarang oleh kebanyakan hukum nasional dan internasional, kenyataannya hanya 6 pelaku yang sudah dipidana di seluruh dunia.
Terre des Hommes berpendapat, masalah terbesar adalah, pihak polisi tidak mengambil tindakana apa pun jika tak ada korban anak yang melaporkan kasus tersebut. Namun, pada kenyataannya juga, hampir semua anak tidak pernah melaporkan bentuk kekerasan tersebut.
Regional Operations Manager Terre des Hommes South East Asia Rini Murwahyuni berpendapat, pemerintah dan penegak hukum dapat melakukan investigasi dan pro-aktif berpatroli di hotspot internet umum yang sering digunakan untuk melakukan kekerasan seksual pada anak lewat webcam.
Rini mengatakan, efek psikologis yang diterima anak korban kekerasan seksual secara online sama dengan anak korban kekerasan seksual fisik. Korban mengalami masalah rendah diri akut, harga diri tercerabut, merasa tidak berarti lagi, dan menunjukkan gejala stres pasca-trauma.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.