KOMPAS.com - Kualitas udara Jakarta terus memburuk, sebagaimana disampaikan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Justin Adrian. Justin pun mempertanyakan kinerja pengawasan dan pengendalian kualitas udara oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta.
Menurut Justin, kondisi kualitas udara Jakarta yang memburuk diperparah dengan lemahnya penindakan DLH DKI Jakarta terhadap aktivitas industri di Jakarta yang menghasilkan polusi dan limbah.
Baca juga: Hindari Bawa Kendaraan ke Jakarta pada Hari dan Jam Berikut Ini jika Tidak Mau Kena Macet
Sementara itu, di kesempatan yang berbeda, pihak DLH DKI Jakarta sebelumnya sempat menyampaikan kualitas udara Jakarta yang memburuk belakangan ini disebabkan lantaran musim kemarau, sebagaimana dilansir Kompas.com, Selasa (14/6/2023).
Sub-Koordinator Kelompok Pemantauan Lingkungan Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati menjelaskan, musim kemarau membuat konsentrasi polutan di wilayah Jakarta meningkat.
Rahmawati memaparkan, peningkatan konsentrasi polutan atau bahan yang menyebabkan polusi di Jakarta sudah terlihat sejak April 2023. Pada saat itu, rata-rata bulanan konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 29,75 mikrogram per kubik.
Angka konsentrasi polutan tersebut kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi 50,21 mikrogram per kubik pada Mei 2023. Menurut Rahmawati, konsentrasi polutan akan berangsur-angsur menurun setelah melewati musim kemarau.
Terlepas dari faktor utamanya, kualitas udara Jakarta saat ini cukup memprihatinkan. Per periode 14 Juni 2023, pukul 09.00 WIB, Kota Jakarta menempati urutan kedua di bawah Kota Delhi, India, sebagai kota besar dengan kualitas udara terburuk.
Berdasarkan data yang disajikan perusahaan teknologi kualitas udara, IQAir, di aplikasi AirVisual, tercatat skor AQI (Air Quality Index atau Indeks Kualitas Udara) kota jakarta secara keseluruhan per periode tersebut mencapai angka 145.
Skor tersebut menandakan banyak polutan di Jakarta dan bisa membahayakan kelompok masyarakat tertentu. Di Jakarta, beberapa wilayah bahkan kualitas udaranya ada yang menyentuh skor AQI 150 ke atas, yang berarti sangat tidak sehat untuk kelompok umum.
Untuk mengetahui skor AQI di Jakarta tersebut, masyarakat juga bisa memantaunya sendiri. Lantas, bagaimana cara mengetahui udara yang tercemar di Jakarta? Seperti yang sempat disinggung di atas, cara cek kualitas udara bisa dilakukan via aplikasi AirVisual.
Bila hendak mencobanya, berikut adalah penjelasan mengenai cara cek kualitas udara di Jakarta melalui aplikasi AirVisual.
Selain memberikan informasi skor AQI, aplikasi AirVisual juga dapat menyajikan rekomendasi tindakan yang harus dilakukan di tengah kualitas udara buruk. Itulah cara cek kualitas udara di Jakarta melalui aplikasi AirVisual.
Sebagai informasi tambahan, AirVisual akan menampilkan skor dari skala 0-500 untuk menilai kualitas udara di sebuah wilayah. Dalam hal ini, semakin tinggi skor yang diperoleh maka kualitas udaranya diindikasi semakin buruk.
Dikutip dari laman resmi IQAir selaku pengembang AirVisual, tiap negara punya parameter yang berbeda untuk menghasilkan skor Indeks Kualitas Udara (AQI). Perbedaan parameter umumnya terletak pada seberapa banyak jenis polutan yang dihitung.
Baca juga: Data Center Edge DC di Jakarta Pakai Energi Ramah Lingkungan
IQAir mengeklaim bahwa dalam menghasilkan skor AQI, AirVisual menggunakan parameter yang jadi standar di Amerika Serikat dan umum di dunia, dengan melibatkan perhitungan pada data enam jenis polutan di udara.
Sementara itu, data yang jadi sumber perhitungan AirVisual dihasilkan dari alat pendeteksi atau stasiun pemantau polutan udara milik perusahaan sendiri, pemerintah setempat, kontributor dari komunitas tertentu, dan sebagainya.
Data bakal dikumpulkan dan divalidasi oleh IQAir untuk menghasilkan informasi skor kualitas udara ke pengguna di wilayah tertentu. Skor kualitas udara di AirVisual sendiri terbagi menjadi enam level atau tingkatan risiko, dengan penjelasan sebagai berikut:
Skor ini mengindikasikan kualitas udara dalam kondisi yang bagus dan hanya menimbulkan sedikit atau tidak ada risiko kesehatan.
Skor ini berarti kualitas udara masih dapat diterima, namun bisa menimbulkan sedikit risiko kesehatan.
Dalam skor ini, kualitas udara diindikasikan dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan iritasi bagi masyarakat umum yang sensitif.
Kualitas udara dalam skor ini bisa menimbulkan efek samping dan gangguan pada organ vital (jantung dan paru) di kalangan masyarakat umum.
Skor ini mengindikasikan kualitas udara yang sangat tidak sehat dan bisa menimbulkan penurunan daya tahan tubuh bagi kelompok masyarakat sensitif.
Skor ini mengindikasikan kualitas udara yang berbahaya. Kondisi ini bisa menimbulkan efek buruk bagi kesehatan yang dapat memicu penyakit lain, serta masyarakat umum dapat berisiko tinggi mengalami iritasi parah.
Baca juga: Riset: Macet Jakarta Sumbang 961 Kg Karbon Dioksida Sepanjang 2022
Selain cek kualitas udara via AirVisual, pengguna sebenarnya juga bisa memanfaatkan platform lain, misalnya seperti situs web Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Namun, beda aplikasi atau platform yang digunakan mungkin bakal memiliki parameter dan skor yang berbeda pula.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya