Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Satria-1 Meramaikan "Hutan“ Satelit Buatan Manusia

Kompas.com - 27/06/2023, 16:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perbedaan lain dari ketiga jenis satelit itu adalah penempatan dan posisinya. Satelit GEO tetap pada tempatnya, misalnya Satria-1 yang ditempatkan di orbit 146º bujur timur, atau HBS yang di 113º bujur timur, di khatulistiwa di atas Papua.

Satu slot satelit posisi GEO bisa diisi beberapa satelit yang jaraknya berjauhan meskipun lokasi sama, misalnya di 146º atau 113º BT.

Nano buatan Indonesia

Satelit GEO bisa menetap di tempatnya karena berada persis pada titik nol di puncak gravitasi bumi dan gaya sentrifugal – tarikan keluar – dari tata surya, berkecepatan 11.000 km/jam.

Satelit semacam ini memiliki roket-roket kecil yang bisa dihidupkan untuk mengoreksi posisi jika satelit melenceng akibat kedua gaya tarik tadi.

“Kebinalan” satelit di posisinya berefek pada usia operasinya, sebab sering dikoreksi yang mengurangi bahan bakar roket yang dibawanya.

Usia satelit GEO umumnya antara 15 tahun sampai 20 tahun, setelah habis dilemparkan ke kuburan satelit sekitar 500 km lebih jauh, walau secara teknis bisa saja satelit “dihabisi” karena munculnya teknologi baru.

Tidak mustahil, satelit yang beroperasi itu akan makin turun akibat gravitasi bumi yang saat memasuki atmosfer ia akan terbakar. Bisa hangus, bisa juga meninggalkan sisa kecil-kecil (debris) ketika jatuh bumi.

Satelit LEO dan MEO bergerak memutari bumi, misalnya Starlink milik Elon Musk di LEO yang sekarang baru 3.000 dan segera menjadi 12.000 buah.

Usia rata-rata satelit LEO yang mengelilingi bumi setiap 1 – 1,5 jam dengan kecepatan 27.000/ jam hanya sekitar lima tahun, gravitasi bumi membutuhkan banyak bahan bakar untuk satelit bertahan di orbit.

Sementara MEO rutenya ada yang antar-kutub dengan kecepatan sampai 12.000 km/jam, mengelilingi bumi sehari sebanyak 16X. Satelit GPS, Telstar dan Beidow termasuk satelit MEO.

Di LEO ada satelit mikro dan nano, dan Indonesia sudah berhasil membuat satelit nano yang namanya SS1 (Surya Satelit 1) yang dibuat bersama Universitas Surya, BRIN, Kominfo, dan Orari.

Roket SpaceX 9 CRS2 meluncurkan SS1 dari Kennedy Space Center dengan bantuan Japan Aerospace Exploration Agency (Jaxa).

SS1 merupakan satelit mungil yang ukurannya hanya 10X10X11,3 sentimeter, berat 1,3 kilogram biaya pembuatannya Rp 3 miliar.

Satelit mitigasi bencana yang dapat dikembangkan fungsinya sebagai pemantau jarak jauh, sensor gempa dan tsunami, ini usianya hanya 2 tahun berkecepatan SS1 400 km di orbit yang bersudut inklinasi 51,7º.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com