Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syarat dari AS jika TikTok Tidak Mau Diblokir: Jual ke Perusahaan Non-China

Kompas.com - 22/04/2024, 12:01 WIB
Galuh Putri Riyanto,
Yudha Pratomo

Tim Redaksi

Sumber BBC

Diberi waktu maksimal 9 bulan

Di bawah aturan perundang-undangan TikTok yang baru, ByteDance harus segera menjual aplikasi TikTok-nya ke perusahaan non-China dalam kurun waktu enam bulan. Bila dihitung enam bulan dari sekarang, maka ByteDance harus melepas TikTok pada Oktober 2024.

TikTok akan diberi waktu tambahan tiga bulan apabila diperlukan. Tambahan waktu bakal diberikan untuk memperlancar proses transaksi apabila ada pembeli yang tertarik membeli aplikasi TikTok.

Jika hal ini terealisasikan, ByteDance bisa dikatakan merugi. Tidak hanya kehilangan aplikasi “kesayangannya”, ByteDance tidak akan dapat mengakses algoritma untuk menyuguhkan konten video sesuai minat dari para pengguna. Mekanisme algoritma TikTok ini pasalnya adalah kunci dari kesuksesan platform.

Ancam kebebasan bersuara

Undang-undang ini sejatinya mulai digodog DPR AS pada awal Maret lalu, yang diberi nama “Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act (Perlindungan Warga dan Aplikasi yang Dikendalikan Pesaing Asing).

Baca juga: Riset: 41 Persen Warga AS Setuju TikTok Diblokir

Selama proses voting anggota DPR soal aturan baru TikTok, ada juga beberapa pihak yang tidak setuju jika TikTok harus diblokir dari Amerika Serikat. Ultimatum pemblokiran disebut-disebut tidak sesuai dengan semangat dan prinsip negara Amerika Serikat.

“Mengancam melakukan pemblokiran tidak sesuai dengan semangat bangsa Amerika Serikat, yakni kebebasan berekspresi,” ungkap Senator Rand Paul, salah satu perwakilan Partai Republik yang tidak setuju soal aturan ini.

Menanggapi UU baru ini, TikTok juga sudah mengajukan surat keberatannya. Menurut pihak TikTok, keputusan DPR AS ini sama saja membatasi hak kebebasan berbicara dari 170 juta orang Amerika (pengguna aktif TikTok).

“Sangat disayangkan bahwa kongres (DPR) berlindung di balik bantuan asing dan kemanusiaan yang penting untuk menekan hak kebebasan berbicara 170 juta orang Amerika, 7 juta pelaku bisnis, dan menutup platform yang berhasil menyumbang 24 miliar dollar AS (sekitar Rp 389 triliun) untuk perekonomian AS tiap tahunnya,” tulis TikTok.

Di luar pemerintahan, CEO SpaceX dan Tesla Elon Musk juga menyuarakan pendapatnya lewat akun X Twitter pribadinya (@elonmusk). Menurut Muk, pelarangan TikTok jelas bertentangan dengan kebebasan berekspresi.

“Seharusnya TikTok tidak dilarang di AS, meski larangan tersebut mungkin saja menguntungkan platform X (dulu Twitter). Melakukan (pemblokiran) akan bertentangan dengan kebebasan berbicara dan bereskpresi. Itu bukan prinsip dari AS,” tulis Musk.

Lawan lewat jalur hukum

TikTok telah mengindikasikan bahwa mereka kemungkinan akan mengajukan keberatan ke pengadilan. Hal ini merupakan upaya untuk memblokir undang-undang tersebut jika undang-undang tersebut benar-benar ditandatangani.

TikTok menyebut, bahwa undang-undang tersebut akan menghilangkan hak Amandemen Pertama jutaan pengguna aplikasi.

Adapun Amendemen Pertama (Amendment I) Konstitusi Amerika Serikat melarang DPR AS membuat undang-undang yang isinya membentuk suatu agama, melarang praktik agama secara bebas, serta menghambat kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk berkumpul secara damai, dan kebebasan untuk menyampaikan petisi kepada pemerintah terkait dengan ganti rugi atas keluhan mereka.

“Kami tidak akan berhenti berjuang dan mendukung Anda,” kata CEO TikTok Shou Zi Chew dalam sebuah video yang diposting di TikTok tersebut bulan lalu dan ditujukan kepada pengguna aplikasi tersebut.

“Kami akan terus melakukan semua yang kami bisa, termasuk menggunakan hak hukum kami, untuk melindungi platform luar biasa yang kami bangun bersama Anda,” lanjut Chew.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com