KOMPAS.com — Laporan dari Business Software Alliance menunjukkan bahwa ternyata masih banyak orang yang memakai software bajakan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Nilai pembajakan piranti lunak ini bahkan mencapai triliunan rupiah.
Dalam laporan tersebut dikatakan nilai peredaran software bajakan di Indonesia mencapai 1,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 14,4 triliun. Tingkat peredaran software bajakan ini mencapai 84 persen dari software yang beredar.
Nilai tersebut diperoleh dari penelitian tahun 2015. Artinya, bisa saja pada 2016 ini nilai tersebut sudah berkurang atau malah bertambah jadi lebih besar.
Sebagaimana dilansir KompasTekno dari Statista, Kamis (21/7/2016), selain melaporkan soal nilai pembajakan software di Indonesia, organisasi tersebut juga merinci hal serupa dari negara lain.
Setelah AS, dua negara yang sama-sama mencatatkan nilai pembajakan yang tinggi adalah China dan India.
Di China, nilai komersialnya bisa mencapai 8,7 miliar dollar atau setara Rp 114,1 triliun, dengan rata-rata software bajakan yang terpasang sebanyak 70 persen.
Di India, nilai komersial pembajakan ini mencapai 2,7 miliar dollar AS atau setara Rp 35,4 triliun, dengan rata-rata software bajakan yang terpasang sebanyak 58 persen.
Pemakaian software bajakan sebenarnya menyimpan risiko fatal. Setidaknya, menurut Business Software Alliance, software bajakan punya potensi besar untuk disusupi program jahat alias malware.
Hal ini sangat penting diperhatikan, terlebih jika pemakai software bajakan itu adalah perusahaan. Pasalnya malware yang menyusup identik dengan peluang terjadinya serangan cyber. Efeknya sudah pasti merugikan, baik dari sisi materi maupun citra perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.