Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu pengacara yang ditunjuk Departemen Kehakiman AS untuk mewakili korban, Stephen Larson kepada Reuters, seperti dikutip KompasTekno, Senin (22/2/2016).
"Mereka (korban) menjadi target teroris, mereka ingin tahu kenapa, dan bagaimana hal itu bisa terjadi," kata Larson.
Namun tidak diketahui berapa jumlah korban penembakan yang diwakili oleh Larson.
Seperti diketahui, 14 orang meninggal dan 22 lainnya terluka dalam peristiwa penembakan oleh pasangan di San Bernardino pada 2 Desember 2015.
Pasangan tersebut meninggal dalam baku tembak dengan pihak berwajib.
Penyelidik federal AS FBI menyita ponsel Apple dari pasangan tersebut, namun tidak bisa mengakses datanya karena diproteksi oleh password dan enkripsi.
Apple menolak untuk membuka enkripsi tersebut dengan alasan langkah tersebut bisa memberi preseden buruk dan mengancam keamanan konsumennya.
Tim Cook, CEO Apple mengatakan, "Kami berduka atas kehilangan yang dirasakan dan menginginkan keadilan untuk semua yang menjadi korban."
Sementara Direktur FBI James Comey dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa tindakan FBI bukan untuk membuat preseden hukum, namun lebih kepada mencari keadilan bagi korban dan menginvestigasi kemungkinan adanya ancaman lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.