Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Masih Berpeluang di Bisnis Software

Kompas.com - 11/06/2008, 20:29 WIB

JAKARTA, RABU - Indonesia mustahil berkompetisi sebagai negara penghasil perangkat keras (hardware) teknologi informasi (TI), namun memiliki peluang yang masih besar untuk berkompetisi ada di bisnis perangkat lunak (sottware).

"Kalau Indonesia memaksa masuk ke perangkat keras sudah tertinggal 20 tahun. Ongkos terlalu besar dan profit terlalu kecil," kata Wakil Presiden Etika Bisnis Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki) Richard Kartawijaya di Jakarta, Rabu (11/6). Di sela-sela workshop Menuju Kebangkitan Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional untuk Inovasi Konten pada Sistem Pelayanan itu, Richard mengatakan, bisnis perangkat keras telah dikuasai banyak negara, seperti Jepang, Taiwan, hingga China.

Menurut dia, dunia perangkat lunak TI masih sangat terbuka luas untuk dimasuki Indonesia, dan saat ini perputaran uang dalam dunia itu rata-rata mencapai 1,4 triliun dolar AS dengan tingkat pertumbuhan 12 persen. Angka itu termasuk untuk packaged software senilai 400 miliar dolar AS dan non-packaged 1 triliun dollar AS, dan separuh dari angka 1,4 triliun dolar AS tersebut merupakan porsi AS. Sementara itu, perputaran uang di dunia software di Indonesia, mencapai Rp2,5 triliun hingga Rp3 triliun.

Tapi, kata dia, Indonesia hanya sedikit menelurkan orang-orang yang terspesialisasi di dunia teknologi informasi, yakni hanya 35.000 orang per tahun, meskipun dunia pendidikan sanggup menghasilkan pekerja bidang tersebut hingga 115.000 orang per tahun.

"Bandingkan dengan China yang menelurkan 600 ribu insinyur teknologi informasi baru per tahun atau India 350.000 insinyur, AS 70.000 baru per tahun," katanya.

Ia mengatakan, para pembuat program di Indonesia belum digaji secara layak dengan rata-rata gaji Rp2 juta hingga Rp10 juta per bulan meskipun memiliki kualitas yang tidak kalah. Sementara di Singapura saja programmer digaji Rp20 juta hingga Rp90 juta per bulan.

Menurut dia, saat ini software outsourcing sudah semakin populer di dunia, dengan AS menjadi pelaku outsourcing pekerja dari Eropa Barat, India dan China, sementara Eropa Barat menjadi pelaku outsourcing dari China, India, Amerika Selatan dan Eropa Timur.

Diakuinya perusahaan-perusahaan teknologi informasi dunia masih terpusat di AS dan Eropa Barat, bahkan India yang dikenal sebagai raksasa software hanya sedikit memiliki perusahaan besar yang bergerak di bidang itu. Sebagian besar pekerja teknologi informasinya nya hanya bekerja sebagai "kuli" di perusahaan-perusahaan besar di AS tersebut.

"Lebih parah lagi, pekerja teknologi informasi Indonesia masih sulit masuk ke perusahaan-perusahaan dunia. Ini mengkhawatirkan. Perusahaan 'outsourcing software' dari luar yang beroperasi di Indonesia kebanyakan dari Singapura dan Malaysia," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com