Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Syarat agar Bisnis Digital di Indonesia Tak Memicu Mudarat

Kompas.com - 14/03/2016, 14:42 WIB
Fatimah Kartini Bohang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Teknologi digital telah berkembang pesat dalam dekade terakhir. Menurut data World Bank, setiap hari ada 207 triliun pengiriman e-mail, 8,8 triliun akses video di YouTube, dan 4,2 triliun pencarian di Google.

Meski begitu, "digital dividends" dari teknologi dianggap masih kurang. Terminologi tersebut merujuk pada pemanfaatan teknologi digital semaksimal mungkin untuk mengembalikan investasi digital yang telah digelontorkan.

Pemanfaatan maksimal yang dimaksud diukur dengan tiga indikator, yakni pertumbuhan bisnis (e-commerce, startup), perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan pelayanan masyarakat (e-government).

Pada akhirnya, "digital dividends" akan membawa peradaban yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Untuk mencapai titik tersebut, diperlukan berbagai upaya.

Selama ini, upaya yang paling digemborkan adalah perluasan akses internet.

Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) telah melakukan tahapan-tahapan strategis untuk mendistibusikan jaringan internet yang mumpuni, baik berupa fixed broadband maupun mobile broadband.

Tapi, konektivitas saja tak cukup. Ada tiga upaya lain yang seharusnya dibarengi dengan perbaikan konektivitas.

Pertama, penguatan regulasi.

Menurut Lead Economist World Bank, Deepak Mishra, pertumbuhan bisnis digital tak akan membawa manfaat jika tak disertai regulasi yang mumpuni pada tiap-tiap negara.

Secara global, berdasarkan kajian World Bank, masih banyak negara yang regulasinya "bolong" terhadap aturan main bisnis digital. Akibatnya, ranah tersebut dimonopoli perusahaan-perusahaan tertentu.

Dengan begitu, ekosistem bisnis digital pun mampet karena tak terbangun kompetisi yang sehat antar pemain.

"Para raksasa yang memonopoli pasar menikmati keuntungan sebesar-besarnya. Mereka juga mudah meraup pasar yang lebih besar dengan mengakuisisi kompetitor yang lebih kecil. Misalnya startup lokal di negara-negara berkembang," kata Deepak, Jumat (11/3/2016), dalam diskusi "Digital Dividends", Jakarta.

Selain itu, regulasi yang bolong juga menimbulkan gonjang-ganjing ketika bisnis digital membahayakan posisi bisnis tradisional. Misalnya saja kemunculan layanan on-demand semacam Uber dan Netflix yang mendunia, serta Go-Jek yang khusus di Indonesia.

Disebut sebagai "disruptive technology", ketiganya menawarkan kemudahan bagi masyarakat sekaligus membunuh bisnis yang selama ini telah berdiri.

Uber dan Go-Jek dianggap membunuh usaha transportasi tradisional, yakni taksi dan "ojek" pangkalan. Sementara Netflix dianggap membunuh bisnis rental DVD.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Samsung Experience Lounge Hadir di Jakarta, 'Ruangan' Smart Home dan Serba AI

Samsung Experience Lounge Hadir di Jakarta, "Ruangan" Smart Home dan Serba AI

Gadget
Bocoran iPhone 16 Series, Bawa Layar Lebih Luas dari iPhone 15

Bocoran iPhone 16 Series, Bawa Layar Lebih Luas dari iPhone 15

Gadget
Cara Mengatur Durasi Layar dan Aplikasi di iPhone

Cara Mengatur Durasi Layar dan Aplikasi di iPhone

Gadget
Microsoft Akan Beri Pelatihan AI Skilling untuk 840.000 Orang di Indonesia

Microsoft Akan Beri Pelatihan AI Skilling untuk 840.000 Orang di Indonesia

e-Business
Kenapa Aplikasi di iPhone Menginstal Ulang dengan Sendirinya? Begini Cara Mengatasinya

Kenapa Aplikasi di iPhone Menginstal Ulang dengan Sendirinya? Begini Cara Mengatasinya

Gadget
Merger XL Axiata-Smartfren, Siapa Berkuasa?

Merger XL Axiata-Smartfren, Siapa Berkuasa?

Internet
Bos Microsoft Satya Nadella Ungkap Peluang Komunitas Developer Indonesia Masuk 5 Besar Dunia

Bos Microsoft Satya Nadella Ungkap Peluang Komunitas Developer Indonesia Masuk 5 Besar Dunia

Software
Cara Mengaktifkan Passkey di WhatsApp Android

Cara Mengaktifkan Passkey di WhatsApp Android

Software
OpenAI Rilis Fitur 'Memory' di ChatGPT, Bisa Ingat dan Kenali Pengguna

OpenAI Rilis Fitur "Memory" di ChatGPT, Bisa Ingat dan Kenali Pengguna

Software
Daftar 20 HP Terlaris Sepanjang Sejarah, Nomor 1 Bukan Smartphone

Daftar 20 HP Terlaris Sepanjang Sejarah, Nomor 1 Bukan Smartphone

Gadget
Microsoft Investasi Rp 27 Triliun di Indonesia, Terbesar dalam 29 Tahun

Microsoft Investasi Rp 27 Triliun di Indonesia, Terbesar dalam 29 Tahun

e-Business
'Microsoft Build: AI Day' Digelar di Jakarta, Dihadiri CEO Microsoft Satya Nadella

"Microsoft Build: AI Day" Digelar di Jakarta, Dihadiri CEO Microsoft Satya Nadella

e-Business
Bukti Investasi Apple Rp 1,6 Triliun di Indonesia Masih Sekadar Janji

Bukti Investasi Apple Rp 1,6 Triliun di Indonesia Masih Sekadar Janji

e-Business
Smartphone Vivo Y18e Meluncur, Bawa Layar 90 Hz dan Baterai 5.000 mAh

Smartphone Vivo Y18e Meluncur, Bawa Layar 90 Hz dan Baterai 5.000 mAh

Gadget
Tablet Xiaomi Pad 6S Pro Meluncur di Indonesia 5 Mei, Ini Bocoran Spesifikasinya

Tablet Xiaomi Pad 6S Pro Meluncur di Indonesia 5 Mei, Ini Bocoran Spesifikasinya

Gadget
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com