Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah dan DPR Sepakat Revisi Kedua UU ITE Dibawa ke Paripurna

Draft revisi regulasi itu selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna DPR agar disahkan.

"Pemerintah meyakini bahwa RUU Perubahan Kedua UU ITE akan dapat menjawab kebutuhan yang ada di masyarakat," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, dalam keterangan resmi yang diterima KompasTekno, Rabu (22/11/2023).

"Untuk itu, Pemerintah dapat menyetujui naskah RUU Perubahan Kedua UU ITE yang sudah disepakati bersama Komisi I DPR RI untuk dibawa ke Pembahasan Tingkat II dalam waktu tidak terlalu lama," lanjut Budi.

Dirangkum dari Antaranews, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, juga mengesahkan persetujuan Naskah RUU ITE di Gedung Nusantara II DPR RI, Selasa (22/11/2023).

Pengesahan ini dilakukan dalam rapat kerja yang dihadiri Menkominfo Budi Arie. Tim Panitia Kerja (Panja) revisi UU ITE menyepakati perubahan pada 14 pasal eksisting dan penambahan 5 pasal baru.

Pembahasan tersebut disetujui oleh sembilan fraksi di Komisi I DPR RI yang terdiri dari Fraksi Partai PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PKS, PKB, PAN, dan PPP.

Adapun pertimbangan yang membuat pemerintah menyetujui revisi UU ITE mencakup sejumlah aspek. Salah satunya yaitu bahwa produk hukum perlu menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik nasional maupun global.

Budi juga berkata bahwa UU ITE saat ini belum memberikan perlindungan yang optimal bagi pengguna internet di Indonesia, khususnya anak-anak yang memakai layanan digital.

Pertimbangan lainnya yaitu bahwa UU ITE dinilai masih perlu penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kominfo, khususnya untuk melakukan penyidikan tindak pidana siber. Contohnya untuk memutus akses ke rekening bank atau akses digital sementara.

Revisi UU ITE sendiri atau disebut Perubahan Kedua UU ITE sudah dibahas selama 14 kali pertemuan antara pemerintah dengan Komisi I DPR.

Berdasarkan rapat sejumlah pihak berwenang termasuk Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin), ada 14 pasal eksisting dan 5 pasal yang akan ditambahkan ke Perubahan Kedua UU ITE.

Beberapa poinnya antara lain sebagai berikut:

1. Penyempurnaan norma yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Norma dimaksud meliputi:

a. alat bukti elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;
c. transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
d. perbuatan yang dilarang, antara lain Pasal 27, Pasal 27A, Pasal 27B, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36 beserta ketentuan pidananya yang diatur dalam Pasal 45, Pasal 45A, dan Pasal 45B;
e. peran pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40; dan
f. kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.

2. Melengkapi materi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Materi yang diatur tersebut meliputi:

a. identitas digital dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A;
b. pelindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dan Pasal 16B;
c. kontrak elektronik internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18A; dan
d. peran Pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A

Sementara itu UU ITE disahkan pada tahun 2008. Undang-undang ini juga pernah direvisi pada tahun 2016 dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016. Oleh karena itu, revisi UU ITE kali ini disebut "Perubahan Kedua".

Banyak dikritik

Sebagai informasi, sejak disahkan pada 2008, UU ITE kerap mendapat kritikan. Sebab, di dalamnya ada sejumlah pasal yang dianggap membatasi kebebasan berekspresi di internet.

Dianggap membatasi karena kerap dijadikan landasan untuk membawa orang-orang yang melontarkan kritik di dunia maya ke ranah hukum, terutama pasal 27 ayat (3).

Salah satu pihak yang mengkritik UU ITE yaitu Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Menurut Direktur SAFEnet, Damar Juniarto ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE.

Pasal-pasal yang dimaksud Damar mencakup Pasal 26 ayat 3, Pasal 27 ayat 1, Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 2, Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 ayat 2a, Pasal 40 ayat 2b, serta Pasal 45 ayat 3.

https://tekno.kompas.com/read/2023/11/22/15440007/pemerintah-dan-dpr-sepakat-revisi-kedua-uu-ite-dibawa-ke-paripurna

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke