Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Itu Layanan “Direct to Cell” yang Akan Digelar Starlink?

KOMPAS.com - Starlink, layanan internet berbasis satelit dari perusahaan antariksa SpaceX milik Elon Musk, telah resmi beroperasi di Indonesia. Bahkan, bos Tesla dan X (dulu Twitter) itu hadir dalam peresmian Starlink di Indonesia.

Tak berselang lama layanan internet satelitnya resmi dirilis di Indonesia, Starlink kemudian mengumumkan rencana kehadiran layanan internet terbarunya untuk pelanggan bisnis yang bernama “Direct to Cell”.

Pengumuman rencana kehadiran layanan Direct to Cell ini pun disampaikan langsung di website resmi Starlink untuk wilayah Indonesia.

“Kampanye peluncuran Starlink Direct to Cell segera digelar,” kata Starlink pada website resminya, Kamis (6/6/2024).

Layanan Direct to Cell Starlink memiliki perbedaan pengoperasian dari layanan internet satelit yang mulai berjalan di Tanah Air sejak April lalu. Dengan adanya rencana perilisan ini, lantas apa itu Starlink Direct to Cell?

Apa itu Direct to Cell Starlink?

Starlink Direct to Cell adalah layanan komunikasi dengan jaringan berbasis satelit yang mengorbit di atas permukaan bumi. Secara konsep jaringan, Direct to Cell mirip dengan layanan internet satelit Starlink yang telah beroperasi di Indonesia.

Sesuai namanya, layanan Direct to Cell Starlink memungkinkan pengguna untuk mengakses layanan internet dan layanan seluler lain di ponsel yang ditransmisikan dari jaringan satelit Starlink secara langsung.

Jadi, dengan layanan Starlink Direct to Cell, ponsel bisa tersambung ke layanan komunikasi tanpa perlu terhubung ke menara BTS operator seluler. Lantaran berbasis satelit, Direct to Cell membuat jangkauan komunikasi ponsel menjadi lebih luas.

Layanan Direct to Cell Starlink memungkinkan ponsel untuk mendapatkan layanan komunikasi, seperti telepon, perpesanan SMS, dan internet, di tempat-tempat terpencil sekalipun.

Meski secara konsep jaringan, layanan Starlink Direct to Cell sama seperti internet satelit, keduanya memiliki perbedaan pengoperasian. Starlink Direct to Cell tidak membutuhkan perangkat keras tambahan atau Starlink Kit.

Untuk diketahui, layanan internet satelit Starlink memerlukan perangkat tambahan seperti antena untuk menangkap sinyal dari satelit dan router untuk membagikan jaringan internet ke perangkat pengguna seperti ponsel atau laptop.

Sementara itu, layanan Starlink Direct to Cell tidak membutuhkan perangkat tambahan. Pengguna cukup menggunakan ponsel untuk bisa mengakses layanan internet dan layanan seluler lain yang ditransmisikan langsung dari satelit Starlink.

Dikutip dari laman resmi Starlink, selain tak butuh perangkat tambahan, layanan Direct to Cell bahkan bisa diakses dengan ponsel-ponsel “biasa”. Hal ini disebabkan karena Direct to Cell Starlink menggunakan standar jaringan 4G/LTE.

Sebagai informasi, jaringan 4G/LTE telah menjadi standar konektivitas yang umum tersedia di kebanyakan ponsel saat ini. Dengan standar 4G/LTE, ponsel bisa dengan mudah mengakses Direct to Cell Starlink.

Perusahaan mengatakan, pengguna bisa terhubung ke satelit Direct to Cell menggunakan ponsel 4G/LTE yang sudah ada. Pengguna bahkan tak perlu repot melakukan perubahan pada perangkat keras, firmware, atau aplikasi khusus, untuk mengakses layanan ini.

Infrastruktur yang dibutuhkan Direct to Cell Starlink

Untuk menyediakan layanan komunikasi berbasis satelit langsung ke pengguna, Starlink memiliki beberapa infrastruktur pendukung yang telah disiapkan. Salah satu infrastruktur utama tentu adalah satelit dengan kemampuan Direct to Cell.

Terdapat beberapa satelit Starlink yang mendukung Direct to Cell, yang telah diluncurkan menggunakan Falcon 9, salah satu roket luar angkasa milik SpaceX.

Pada 2 Januari 2024, Starlink untuk pertama kali meluncurkan enam satelit dengan kemampuan Direct to Cell. Kemudian, pada 4 Juni lalu, Starlink kembali meluncurkan 20 satelit dengan 13 di antaranya mendukung Direct to Cell.

Satelit tersebut mengorbit di lapisan LEO (Low Earth Orbit) dengan jarak sekitar 500 km di atas permukaan bumi. Peluncuran satelit Direct to Cell di dua periode tersebut sama-sama dilakukan menggunakan roket Falcon 9.

Namun, ke depannya, Starlink berencana meluncurkan satelit Direct to Cell menggunakan roket dengan kapasitas yang lebih besar, yakni roket Starship. Tujuannya agar dapat mengantarkan satelit yang lebih canggih untuk meningkatkan layanan.

Selain satelit, infrastruktur pendukung layanan Direct to Cell yang lain adalah spektrum jaringan dari operator seluler. Operator seluler menyediakan spektrum jaringan 4G/LTE di rentang 1,6 GHz hingga 2,7 GHz yang penting bagi Starlink.

Spektrum jaringan 4G/LTE dari operator seluler itu digunakan Starlink untuk menransmisikan sinyal dari satelit agar bisa diterima perangkat pengguna. Satelit Starlink berfungsi mirip BTS pemancar sinyal, tetapi letaknya di luar angkasa.

Satelit Starlink di luar angkasa akan mengirimkan data atau sinyal ke jaringan operator melalui jaringan Starlink yang ada di bumi. Kemudian, data akan dikembalikan ke satelit dan ditransmisikan ke perangkat pengguna melalui spektrum jaringan 4G/LTE.

Untuk menyediakan infrastruktur spektrum jaringan ini, Starlink telah menjalin kerja sama dengan beberapa operator. Kerja sama pertama kali terjalin pada Agustus 2022 dengan operator asal Amerika Serikat, T-Mobile.

Selain T-Mobile AS, Starlink juga bekerja sama dengan operator telekomunikasi di negara lain untuk menghadirkan teknologi Direct to Cell, termasuk dengan Optus Australia, One NZ Selandia Baru, Rogers Kanada, KDDI Jepang, Salt Swiss, serta Entel di Chili dan Peru.

Kehadiran Starlink Direct to Cell bakal mempermudah pengguna untuk mendapatkan layanan komunikasi ketika berada di wilayah-wilayah terpencil, yang berada di luar jangkauan area menara BTS terestrial.

Kendati demikian, Direct to Cell Starlink memiliki sejumlah tantangan dalam menyelenggarakan layanan komunikasi berbasis satelit. Tantangan yang dihadapi Starlink tentu regulasi telekomunikasi yang ada di tiap negara. Selain itu, ada pula tantangan teknis.

Tantangan Direct to Cell Starlink

Secara teknis, tantangan pertama yang dihadapi Starlink adalah memancarkan sinyal untuk dapat diterima perangkat ponsel yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk terhubung ke satelit, dengan antena dan daya pancar yang sangat rendah.

Dalam mengatasi tantangan tersebut, Starlink mengembangkan silikon khusus pada satelit yang dioptimalkan untuk memancarkan sinyal pada kondisi tersebut serta dapat menghemat daya dan biaya pada satelit.

Kemudian, perusahaan juga mengembangkan antena array bertahap yang canggih, dengan menggunakan penerima radio yang sangat sensitif dan pemancar berdaya tinggi, sehingga dapat berkomunikasi dengan ponsel dari luar angkasa.

Tantangan berikutnya adalah masalah jarak dan kecepatan satelit. Untuk diketahui, satelit Starlink mengorbit sekitar 500 km di atas permukaan bumi dan bergerak dengan kecepatan 7,7 km per detik.

Kondisi itu bisa menyebabkan sinyal mengalami efek Doppler (perubahan frekuensi gelombang akibat pergerakan) dan penundaan waktu atau latensi. Hal ini tidak dialami jaringan terestrial karena menara BTS diam di tempat.

“Satelit harus menangkap sinyal yang sangat pelan dari ponsel Anda. Bayangkan saja, sinyal itu harus menempuh jarak 500 mil, dan kemudian ditangkap oleh satelit yang bergerak dengan kecepatan 17.000 mph. Satelit tersebut harus mengimbangi efek Doppler dari pergerakan sangat cepat," kata Musk dikutip dari ArsTechnica, Kamis (6/6/2024).

Untuk mengatasi tantangan ini, Starlink membuat satelit yang dapat berfungsi seperti menara BTS dengan peralihan atau pergerakan yang sangat mulus.

Agar beralih dengan mulus, Starlink merancang sistem yang mencakup ketinggian satelit, ukuran dan penempatan pancaran sinyal, sudut elevasi, serta jumlah satelit, yang memenuhi ambang batas untuk bisa menransmisikan sinyal pada spektrum jaringan 4G/LTE.

Selain itu, tantangan yang dihadapi Starlink dalam menyelenggarakan layanan Direct to Cell adalah kecepatan komunikasi. Saat awal diperkenalkan ke publik, Starlink di website resminya mengeklaim Direct to Cell menyediakan kecepatan antara 2 Mbps hingga 4 Mbps.

Akan tetapi, perusahaan tidak lagi menunjukkan ekspektasi kecepatan dari Direct to Cell. Di waktu yang berbeda, Elon Musk menegaskan kembali tantangan yang dihadapi dalam hal kecepatan Direct to Cell.

Musk mengatakan, kecepatan Direct to Cell Starlink tidak dapat menyaingi jaringan terestrial, meski jangkauan areanya lebih luas.

“Perhatikan, satelit ini hanya mendukung 7 Mb per beam (pancaran sinyal) dan beam-nya sangat besar, jadi meskipun ini merupakan solusi bagus untuk lokasi tanpa konektivitas seluler, namun tidak cukup bersaing dengan jaringan seluler terestrial yang ada,” kata Musk.

Uji coba Direct to Cell Starlink

Dengan tantangan yang ada, Starlink nyatanya berhasil melakukan uji coba komunikasi pesan teks melalui spektrum jaringan operator T-Mobile dan salah satu satelit Direct to Cell yang mengorbit di lapisan LEO. Uji coba dilakukan pada 8 Januari 2024.

“Pada hari Senin, 8 Januari, tim Starlink berhasil mengirim dan menerima pesan teks pertama kami menggunakan spektrum jaringan T-Mobile melalui salah satu satelit Direct to Cell baru kami yang diluncurkan enam hari sebelumnya," kata Starlink.

Pada uji coba itu, Starlink menggunakan dua iPhone (ponsel buatan Apple) untuk berkirim pesan teks atau SMS dengan menggunakan jaringan Direct to Cell.

Dalam uji coba yang dilakukan, kedua iPhone tersebut berhasil saling berkirim SMS yang di antaranya berisi pesan “Such Signal” dan “Much Wow”. Foto keberhasilan uji coba ini pun diunggah pada akun X SpaceX.

Selain itu, di tahun 2025, Starlink Direct to Cell juga ditargetkan akan bisa melayani iOT (Internet of Things). Sejauh ini, Starlink Direct to Cell masih melakukan uji coba dan belum ke tahap penggunaan secara publik.

Ketersediaan layanan Direct to Cell Starlink

Meski kabar kedatangannya telah diumumkan di website resmi perusahaan, ketersediaan layanan Direct to Cell Starlink belum bisa dipastikan waktunya secara global, termasuk untuk wilayah Indonesia.

Kabar kehadiran layanan komunikasi baru dari Starlink ini sejatinya telah diumumkan sejak dua tahun lalu. Tepatnya pada sekitar pertengahan 2022, ketika Starlink untuk pertama kali menjalin kerja sama dengan operator T-Mobile.

Saat itu, perusahaan sempat mengungkapkan jika akan melakukan uji coba sebelum akhir tahun 2023. Namun, uji coba nyatanya berjalan molor dan baru dilaksanakan pada awal Januari kemarin.

Sebelum muncul di website untuk wilayah Indonesia, di akhir 2023, pengumuman kehadiran layanan Direct to Cell sejatinya telah dimuat dalam website perusahaan secara global. Jadi, untuk saat ini, layanan Starlink yang tersedia di Indonesia masih internet berbasis satelit.

Dapatkan update berita teknologi dan gadget pilihan setiap hari. Mari bergabung di Kanal WhatsApp KompasTekno. Caranya klik link https://whatsapp.com/channel/0029VaCVYKk89ine5YSjZh1a. Anda harus install aplikasi WhatsApp terlebih dulu di ponsel.

https://tekno.kompas.com/read/2024/06/06/12350057/apa-itu-layanan-direct-to-cell-yang-akan-digelar-starlink

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke