Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Menggagas Kepahlawanan Abad ke-21

Enny, Galang Istri Nelayan Menjala Kesejahteraan

Kompas.com - 03/09/2010, 15:11 WIB

Prinsipnya, kaum wanita di kampung nelayan itu minta diajak dan diajari membikin penganan dari ikan. Ketika yang ikut makin banyak, Enny terpikir melembagakannya. Tantangan pertama adalah menjelaskan apa itu koperasi. Ia tak mau menggunakan teori muluk-muluk. Pendekatan yang ia lakukan adalah berbicara dengan bahasa setempat: Bugis, Makassar, dan Mandar. “Pokoknya, saya menjadi diri mereka,” ujar Enny.

Karena para wanita nelayan ini tak memiliki modal, Enny mencari pinjaman dan berhasil mendapatkan modal awal Rp 6 juta. Produk mereka pun berkembang, semula ikan pindang kemudian abon ikan tanpa pengawet. Yang pertama ditinggalkan karena kurang awet dan bau amisnya sangat kuat sehingga peminatnya terbatas.

Awalnya, abon ikan dipasarkan melalui jaringan, pertemanan, dan tukang becak yang tinggal di sekitar desa mereka. Pelanggan pertama mereka adalah beberapa LSM di Makassar. Namun, abon mereka laku bukan karena solidaritas belaka. Harga abon yang Rp 100.000 per kilo sepadan dengan kualitas rasa. Mengingat permintaan semakin banyak, termasuk dari luar Sulawesi Selatan, Koperasi Fatimah akhirnya meminjam Rp 15 juta dari Dinas Koperasi setempat untuk membeli alat penggenjot produksi. Pinjaman ini kini sudah diangsur lunas.

Modal Koperasi Fatimah sekarang sudah berkembang menjadi Rp 25 juta. Setiap pekannya, anggota koperasi mendapatkan uang dari bagi hasil produk yang terjual. Keuntungan sebagian disisihkan untuk kegiatan-kegiatan sosial, semisal pemberian makanan tambahan kepada anak agar tidak terkena gizi buruk dan penyantunan manula.

Koperasi Fatimah saat ini dikelola oleh anak-anak nelayan yang pendidikannya SMA. Sekalipun mereka tak dibayar, mereka melakukannya dengan senang hati karena sebagai pengurus mereka mendapat prioritas mendapatkan pinjaman—saat ini ada 100 orang yang tergabung dalam Solidaritas Peduli Perempuan Nelayan yang mengantre untuk dapat pinjaman. “Saya membebaskan mereka mengatur termin pembayaran sendiri,” kata Enny. Persyaratan serupa juga dikenakan kepada para peminjam lain.

Berkat kiprahnya, Enny saat ini berhasil terpilih sebagai finalis program Community Entrepreneurs Challenge yang dimulai pada Maret 2010 lalu oleh Arthur Guinness Fund dan British Council. Ia merupakan salah satu dari 90 semi-finalis yang berhasil menyisihkan lebih dari 500 aplikasi pada program berskala nasional ini.

Salah satu poin penting yang diraih Enny dan Koperasi Fatimah adalah solusi konkret mereka atas permasalahan di lingkungan mereka: kesejahteraan, kesehatan, dan pendidikan. Mereka juga tak ragu mengambil peran di masyarakat yang kultur patriarkinya masih kuat. Ia percaya bahwa wanita memiliki tanggung jawab dan kemampuan untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada di komunitasnya.

Ke depan, Enny ingin koperasinya tetap langgeng dan produknya makin berkualitas karena akan makin banyak orang yang terbantu. “Kepahlawanan tidak harus jauh-jauh, cukup membantu orang lain dan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar kita,” kata Enny. (British Council)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com