Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pencurian" Pulsa Marak

Kompas.com - 01/10/2011, 02:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Belasan mahasiswa yang mengatasnamakan Lingkar Studi Mahasiswa Jakarta berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta Pusat, Jumat (30/9). Mereka mendesak pemerintah melindungi masyarakat dari ”pencurian” pulsa telepon seluler.

Ketua Umum Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jakarta Al Akbar Rahmadillah dalam orasinya mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menindak tegas operator yang ”mencuri” pulsa.

Pemerintah juga diminta lebih ketat mengawasi penawaran-penawaran di telepon seluler. Mereka juga meminta pemerintah berani menindak ”pencuri” pulsa masyarakat.

”Pemotongan pulsa itu menjadi aduan paling banyak sepanjang tahun lalu. Tiba-tiba dapat kiriman layanan konten empat digit, misalnya 97xx, padahal tidak pernah registrasi. Setiap mendapat satu pesan singkat, pulsa dipotong sekitar Rp 2.000. Untuk berhenti juga susah,” ujarnya.

Dia mengaku beberapa temannya turut menjadi korban. Pesan-pesan penawaran konten tersebut menjadi semakin banyak beberapa bulan belakangan ini.

Salah satu contoh dari penawaran konten itu adalah: ”Shanty sedang berduka, karena dirinya msh di Hong Kong saat ayah- nya meninggal. Konten GRATIS, klik http://3cb.biz/6/3fzsoo CS:02127243xxx.”

Untuk menghimpun berbagai modus ”pencurian” pulsa itu, Lisuma akan membuka layanan pengaduan masyarakat di Monas hari Minggu besok.

Sebelumnya, Redaksi YTH Kompas juga menerima surat dari pembaca, yaitu Petrus Purwanto asal Yogyakarta, yang mengeluhkan hal serupa.

Petrus mendapat pesan dari Bonus 34xx. Pesan itu berisi anjuran agar jangan mengisi pulsa dulu sebab mungkin saja mendapat bonus pulsa bernilai Rp 50.000. Untuk itu, disarankan melakukan pengecekan dengan mengetik *500*40#. Promosi ini hanya untuk 40 orang.

Setelah mengecek, langsung muncul pesan yang mengucapkan terima kasih sudah bergabung di komunitas dangdut. Konsekuensinya, Petrus mendapat berita tentang dangdut dan nada dering Rp 2.000 per hari.

Setelah mendapat pesan itu, Petrus baru sadar ternyata bonus itu cuma akal-akalan sebab pada bagian akhir pesan tadi baru disebutkan nada sambung Rp 2.000 per ”hr”.

Peringkat pertama

Menurut Ketua Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, pada triwulan pertama tahun 2011, pengaduan masalah telekomunikasi menduduki peringkat pertama dari total aduan yang masuk ke YLKI, yakni 28 dari 156 kasus.

Sebagian besar dari aduan masalah telekomunikasi itu adalah pesan yang tak dikehendaki berupa tawaran kredit atau penawaran produk serta berupa konten bisnis.

”Konten bisnis itu, misalnya, penawaran nada dering atau informasi lain semacam zodiak. Pulsa dipotong harian atau bulanan. Seperti nada dering, misalnya, pemotongan pulsa sekitar Rp 5.000 per bulan,” tuturnya.

Kendati terlihat kecil, kata dia, perputaran uang atau potensi pulsa yang ”dicuri” itu cukup besar karena bisnis telekomunikasi memiliki volume besar. Dicontohkan, pada tahun 2010, ada sekitar 180 juta nomor telepon seluler aktif, sedangkan tahun 2011 lebih dari 200 juta nomor.

Tuntut ganti rugi

Kepala Pusat Informasi dan Humas pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S Dewa Broto menuturkan, regulasi yang mengatur jasa layanan pesan singkat premium sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.

”Masyarakat yang dirugikan bisa menuntut ganti rugi kepada operator,” ujar Gatot. (GAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com