Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiba-tiba Melankolis di San Francisco

Kompas.com - 26/06/2015, 03:03 WIB
Wicak Hidayat

Penulis

KOMPAS.com - Pertama kali dapat kesempatan mengunjungi San Francisco, sekitar enam tahun lalu, salah satu kesenangan kecil yang saya dapatkan adalah mengunjungi sebuah toko kecil bernama Jeffrey's Toys.

Toko kecil nan berantakan bin sesak ini punya lokasi yang luar biasa. Ia berada di jalan raya utama Market Street, tepatnya dekat persimpangan Market dan 3rd Street. Ini adalah distrik yang sangat premium.

Sewaktu mengunjungi toko itu pertama kali, memang tak ada kesan wah. Tidak seperti mengunjungi Apple Store atau apa, tapi lebih mirip masuk ke toko mainan langganan waktu kecil dulu (dengan pilihan mainan yang berbeda tentunya).

Jeffrey's menjual mainan, board game dan komik serta pernak-pernik lain dalam rak-rak konvensional. Mainannya juga ditumpuk seadanya, tak terlalu banyak usaha untuk membuatnya "keren" ala-ala peritel masa kini.

Kalau di AS, istilahnya kalau tidak salah adalah "Mom and Pop Shops", sebuah toko kecil milik perseorangan yang bukan bagian dari waralaba besar. Kehadirannya, buat saya, adalah penyegaran di tengah toko dan restoran generik dari berbagai merek ternama yang sangat banyak di wilayah Downtown San Francisco.

Harus diakui, saya memang agak melankolis dengan toko ini. Kenapa tidak? Di toko ini saya membeli tabletop game pertama saya: game legendaris populer Munchkin karya Steve Jackson, Gloom (sebuah card game bertema kesedihan dan kematian) serta Dungeons & Dragons Starter Kit yang hingga kini belum pernah dimainkan -- tapi sudah dibuka. Dari toko itu juga beberapa koleksi game saya menumpuk, hingga kadang mungkin membuat "yang di rumah" kesal juga.

Ikon yang kehilangan tempat

Kini, enam tahun setelah pertama kali "menemukan" Jeffrey's Toys, saya terhenyak. Lokasi toko itu telah ditutup dengan papan-papan kelabu, tulisan besar Toys dan Comics yang menghiasi fasadnya sudah hilang.

Rupanya, Jeffrey's Toys akhirnya kehilangan tempat. Sewa lokasi itu menanjak gila dan pasangan Mark dan Rosie Luhn selaku pemilik dan pengelola toko itu tak sanggup lagi membayarnya.

Toko itu merupakan salah satu ikon di wilayah San Francisco, ia sudah berdiri selama 45 tahun. Penutupannya ternyata cukup menimbulkan banyak reaksi dari beberapa media setempat.

Menurut situs lokal SFist, Jeffrey's Toys adalah salah satu yang digunakan oleh ilustrator di Pixar sebagai inspirasi saat mereka membuat draft awal Toy Story di tahun 1990-an. Toko ini diduga adalah toko pertama di AS yang menjual Lego, dulu di tahun 1973.

Di tengah rasa kehilangan yang begitu personal, saya seperti mendapat tamparan keras juga. Kenapa dari dulu tidak pernah iseng googling soal toko itu? Ternyata ia punya kisah sejarah yang begitu panjang.

Sekarang Jeffrey's sudah tidak buka lagi. Seluruh bagian depannya ditutup papan dan kelak, gosipnya, bakal didirikan sebuah restoran di tempat itu. Bisa jadi, restoran waralaba generik yang menjual makanan atau minuman yang "kekinian".

Betapa pun hebatnya toko-toko online, dengan pengantaran semalam atau pengiriman lewat drone, atau gaya penjualan beli secepatnya alias flash sale yang sedang marak, toko-toko konvensional selalu jadi oase yang menyenangkan.

Kenapa tidak online?

Ya, kita selalu punya pilihan untuk browsing produk terbaru dan memilih dengan hati-hati, sampai jatuh hati pada produk apapun di toko online. Lebih murah, tidak repot dan banyak pilihannya, bukankah itu yang membuat toko online lebih unggul?

Tapi ini soal rasa, dan sedikit-banyak soal kenangan, berbelanja di toko fisik. Ini soal pencarian dan penemuan, masuk ke sebuah toko dengan tidak yakin apakah benda yang kita cari ada di sana, lalu mendapatkan perasaan senang luar biasa saat justru menemukan benda lain yang tadinya tidak dicari.

Ini soal pengalaman sentuh dan lihat, pada kotak-kotak mainan dan board game yang beragam.

Ini soal aroma, yang khas dan sulit dijelaskan, dari sebuah toko yang isinya mungkin ribuan mainan perangsang imajinasi.

Ini soal bunyi, hingar-bingar jalan yang terbungkam saat pintu ditutup, dan muncul sejenak saat ada pelanggan lain masuk. Suara bel yang berdenting menandakan ada pelanggan datang.

Ini soal hawa, yang selalu agak hangat di dalam toko, seperti bisa untuk berlindung sejenak jika tubuh manusia tropis ini sedang kedinginan dihajar hawa San Francisco yang berangin dan berkabut itu.

Semua hal yang belum bisa (atau tidak akan bisa?) digantikan oleh toko online.

Ya, mungkin terlalu melankolis dan personal. Tapi beginilah perasaannya ketika sesuatu yang bertahan selama lima dekade pun akhirnya harus menyerah digerus keniscayaan zaman yang menjadi semakin digital dan mahal.

Selamat tinggal Jeffrey's, sampeyan tidak akan pernah tahu betapa kangennya saya!
 
Tulisan ini adalah bagian dari seri kolom bertajuk Kolase. Sumpah ini sama sekali tidak bermaksud pamer lokasi, kebetulan saja pernah ditugaskan ke San Francisco.

Tulisan ini menampilkan opini pribadi dari Editor KompasTekno, Wicak Hidayat. Opininya tidak menggambarkan opini perusahaan. Penulis bisa dihubungi lewat blog wicakhidayat.wordpress.com  atau twitter @wicakhidayat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com