Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Teknologi Pengenal Wajah, Ibu Hamil Jadi Korban Salah Tangkap

Kompas.com - 09/08/2023, 11:00 WIB
Lely Maulida,
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang wanita hamil bernama Porcha Woodruff (32) menjadi korban salah tangkap oleh kepolisian kota Detroit, Amerika Serikat (AS). Polisi menangkap Woodruff dengan tuduhan perampokan dan pembajakan mobil.

Tuduhan itu didasarkan pada hasil pemindaian software pengenal wajah, yang pada akhirnya diketahui tidak akurat. Software tersebut rupanya keliru mengenali wajah tersangka asli dengan wajah Woodruff, karena memiliki kemiripan.

Kronologi penangkapan Woodruff bermula ketika wanita tersebut sedang bersiap mengantarkan anak-anaknya ke sekolah pada Februari lalu. Kemudian, ia melihat enam polisi sudah berdiri di balik pintu rumahnya.

Saat pintu dibuka, polisi berkata bahwa ia ditangkap karena kasus perampokan. Saking herannya, Woodruff sampai mengira bahwa itu hanya lelucon.

"Saya kira itu lelucon, jujur saja," kata Woodruff.

Baca juga: Facebook Matikan Mesin Pengenal Wajah, Ini Dampaknya bagi Pengguna

Wanita itu juga mempertanyakan bagaimana bisa wanita yang sedang hamil delapan bulan melakukan perampokan mobil. Meski begitu, ia tetap ditangkap.

Saat itu pula, dua anak Woodruff yang berusia 6 tahun dan 12 tahun menangis. Woodruff lantas berkata agar kedua anak itu menghubungi kekasih ibunya.

"Mama akan masuk penjara," ujar ibu hamil itu kepada anak-anaknya.

Sebelum melakukan penangkapan, polisi disebut menggunakan software pengenal wajah untuk mencocokkan foto Woodruff dengan seorang tersangka perampokan mobil. Foto Woodruff yang dipakai adalah foto lawas saat dia ditahan karena mengemudi dengan SIM yang kedaluwarsa, delapan tahun lalu.

Detektif yang menangani kasus ini kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan ke Woodruff, termasuk soal apakah dia mengenal orang tertentu atau sering mengunjungi pom bensin yang terkait dengan perampokan.

Detektif itu juga berkata bahwa korban perampokan tidak menggambarkan perampok sebagai wanita hamil. Kendati begitu, detektif tersebut tetap membawa Woodruff ke sel.

Karena merasa menjadi korban salah tangkap, Woodruff mengajukan gugatan ke pengadilan setempat.

"Teknologi pengenal wajah sudah lama dikenal memiliki kelemahan dan tidak bisa diandalkan, terutama ketika mencoba mengidentifikasi orang kulit hitam seperti Porcha Woodruff," demikian keterangan dalam gugatan itu, dihimpun KompasTekno dari Washington Post, Rabu (9/8/2023).

"Perlu dipahami bahwa pengenal wajah saja tidak cukup dijadikan sebagai kemungkinan alasan penangkapan," lanjut keterangan itu.

Setelah mengajukan gugatan itu, pada akhirnya kasus Woodruff dibatalkan pada Maret lalu. Namun tindakan itu diklaim membuat wanita hamil tersebut cemas, depresi hingga stres tinggi.

Pasalnya, Woodruff berkata selama di pusat penahanan, ia dipaksa berdiri atau duduk di bangku beton selama sekitar 11 jam sebelum didakwa dan dibebaskan.

Usai bebas, Woodruff dirujuk ke rumah sakit hingga dirawat karena detak jantungnya lemah dan dehidrasi.

"Saya tidak ingin ada orang yang harus mengalami hal seperti ini, dituduh secara keliru," ujar Woodruff.

Bukan hanya Woodruff, sejumlah kasus salah tangkap juga pernah terjadi gara-gara teknologi pengenal wajah alias face recognition. Kasus ini juga pernah terjadi di Indonesia pada April 2022.

Pria bernama Abdul Manaf sempat terseret dalam kasus pengeroyokan dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando yang terjadi saat demo di depan gedung DPR pada Senin 11 April 2022.

Baca juga: Salah Tangkap Abdul Manaf Gara-gara Face Recognition, Ini Deratan Kasus Serupa

Polda Metro Jaya sebelumnya menyatakan Abdul Manaf sebagai tersangka dalam aksi itu. Namun setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, Abdul Manaf kini dinyatakan tidak terlibat dalam pengeroyokan.

Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan, Abdul Manaf awalnya terindentifikasi melalui teknologi face recognition/facial recognition atau sistem pengenal wajah milik Polda Metro Jaya. Namun setelah ditelusuri, pria tersebut berada di Karawang, Jawa Barat dan tidak terlibat dalam aksi pengeroyokan.

Zulpan beralasan, kekeliruan ini terjadi karena wajah terduga pelaku menggunakan topi dan terlacak oleh sistem. Hal ini disebut mempengaruhi tingkat akurasi.

"Pada saat itu tingkat akurasinya belum 100 persen terhadap Abdul Manaf karena orang yang kita duga pelaku itu menggunakan topi, sehingga begitu topinya dibuka tingkat akurasinya tidak 100 persen. Jadi Abdul Manaf bisa dikatakan bukan sebagai pelaku," katanya, dikutip dari Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com