Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

CEO Snapchat Sebut Instagram Membuat Sedih, Benarkah?

“Pengalaman pengguna di Instagram membuat mereka tak merasa puas dengan diri sendiri. Sangat menyeramkan mereka harus berkompetisi untuk popularitas,” kata dia di sebuah panggung konferensi.

Asumsi itu semata-mata didasarkan pada fakta bahwa Instagram memiliki fitur penghitungan jumlah “like” dan “follower”, sementara Snapchat tidak. Menurut dia, ketika orang-orang mendewakan like dan follower, mereka otomatis merasa frustasi.

Mungkin hal itu ada benarnya, tetapi tak bisa digeneralisasikan ke semua orang. Tak ada basis teori dan fakta yang kuat untuk mendukung klaim Spiegel tersebut.

Pernyataan dibantah sendiri oleh data Snap

Pekan ini, Snap merilis hasil penelitian tentang perasaan pengguna menjajal berbagai media sosial. Ironisnya, skor indeks untuk Instagram terbilang positif dan secara telak membantah argumen sang CEO.

Secara umum, menurut data Snap, netizen merasa terinspirasi, terhibur, kreatif, dan menyenangkan ketika berselancar di Instagram.

Hanya ada satu atribusi negatif yang tertempel pada Instagram, yakni kecenderungan terlalu fokus dengan diri sendiri (self-conscious).

Sementara itu, pada skor indeks Snapchat, sembilan atribusi perasaan pengguna yang melekat terbilang positif. Hal ini tentu tak mengherankan, mengingat penelitian berasal dari perusahaan induknya.

Survei acak di internet

Selain data dari Snap, seorang jurnalis BusinessInsider iseng menyebar survei online untuk menanyakan ke netizen secara acak, kira-kira begini bunyinya.

“Dibandingkan perasaan Anda sebelum membuka aplikasi, bagaimana Snapchat dan Instagram berdampak ke Anda secara emosional?”.

Ada 453 respons untuk Instagram, di mana hanya 7,5 persen yang menjawab perasaan mereka lebih buruk. Sebanyak 22,3 persen mengatakan lebih baik, dan 70,2 persen mengaku tak ada dampak apa-apa.

Sementara itu, Snapchat menghimpun 581 respons. Hanya 4,8 persen yang mengatakan merasa lebih buruk, 27,9 persen lebih baik, dan 67,3 persen tak merasakan perubahan apa-apa.

Dari survei singkat tersebut, bisa dilihat gambaran kasar bahwa memang lebih sedikit pengguna Snapchat yang merasa buruk pasca membuka aplikasi. Akan tetapi, persentase pengguna Instagram pun terhitung sedikit yang merasa buruk.

Studi akademi pun tak bisa mengklaim soal Instagram dan Snapchat

Spiegel dan Snap enggan memberikan pernyataan resmi soal temuan survei ini. Alih-alih, mereka malah memberikan dua studi akademi tentang Snapchat.

Masing-masing dikeluarkan tahun 2016 oleh University of Michigan dan 2017 oleh University of Minnesota. Masalahnya, dua penelitian itu pun tak secara gamblang menyebut Instagram berdampak buruk pada perasaan seseorang.

“Data kuantitatif kami mendemonstrasikan bahwa interaksi di Snapchat lebih menyenangkan dan membuat mood positif ketimbang platform lain,” begitu tertera pada penelitian keluaran 2017.

Ketika dikonfirmasi ke kepala tim peneliti yang kini menjadi asisten profesor di The Ohio State University, Joseph Bayer, ia pun tak bisa mengatakan Instagram lebih berdampak buruk ketimbang Snapchat.

Data yang ia kemukakan di penelitiannya sejatinya bersifat kuantitatif, sehingga sangat tergantung oleh latar belakang objek penelitian. Tak ada yang bisa menggeneralisasi mood manusia berdasarkan satu variabel.

“Kita tak bisa benar-benar membuat klaim atas Instagram melawan Snapchat,” kata dia.

Pelajarannya, hati-hatilah mengumbar asumsi dan klaim jika tidak disertai data yang jelas. Sebab, lidah adalah pisau yang bisa menusuk sang empunya.

https://tekno.kompas.com/read/2019/01/12/18560007/ceo-snapchat-sebut-instagram-membuat-sedih-benarkah-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke