Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kabar Merger Gojek dan Grab Kembali Mencuat

Isu penggabungan dua perusahaan ini kembali mencuat di tengah pandemi Covid-19. Bisnis Gojek dan Grab terkena dampak pandemi ini hingga harus melakukan PHK terhadap karyawannya Juli lalu.

Kabar tersebut muncul dari media Inggris The Financial Times, namun, dihimpun KompasTekno dari Kompas.id, Kamis (17/9/2020), baik pihak Grab maupun Gojek enggan mengomentari isu ini.

Menurut laporan The Information bulan Februari lalu, Presiden Grab, Ming Maa, dan CEO Gojek, Andre Soelistyo kabarnya telah bertemu awal bulan Februari lalu untuk membicarakan soal merger.

Namun, Chief Corporates Affairs Gojek, Nila Marita, kala itu membantah kabar tersebut. Bahkan, Nila memastikan bahwa informasi tentang merger itu tidak benar adanya.

“Tidak ada rencana merger, dan pemberitaan yang beredar di media terkait hal tersebut tidak akurat.” kata Nila saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/2/2020).

Penggabungan dua perusahaan super app ini disebut berpotensi menyelamatkan bisnis mereka agar tetap bisa mendulang keuntungan.

Menurut Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, apabila merger Grab dan Gojek terwujud, secara likuiditas akan menarik di mata investor karena valuasi semakin besar.

Dua startup ini sama-sama menyandang gelar sebagai perusahaan decacorn. Nilai valuasi yang dikumpulkan Grab disebut mencapai 14 miliar dollar AS atau sekitar Rp 207 triliun (kurs rupiah saat berita ini ditulis).

Sementara Gojek kabarnya mencapai 10 miliar dollar AS atau sekitar Rp 148 triliun. Peluang merger kedua startup itu semakin terbuka karena mereka memiliki investor utama yang sama, yakni Mitsubishi UFJ Financial Group.

Mitsubishi menyuntikdan dana pada Grab bulan Februari lalu sebesar 856 juta dollar AS (Rp 12 triliun). Sebulan kemudian, perusahaan asal Jepang itu giliran menyuntikan dana segar untuk Gojek sebesar 1,2 miliar dollar As (Rp 20,2 triliun).

Bhima berpandangan masing-masing perusahaan memiliki layanan unggulan masing-masing di pasar Indonesia.

Gojek, menurut Bhima, lebih unggul dalam layananan di luar jasa transportasi, sementara Grab lebih unggul di layanan transportasi jika melihat jumlah akun pengemudi. Namun, Bhima juga menyoroti adanya potensi monopoli.

"Di negara lain, merger seperti ini biasanya sulit prosesnya karena kehadiran kompetitor diperlukan untuk membuat tingkat persaingan lebih sehat," ujar Bhima.

Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri R Sirait menilai, Grab dan Gojek akan mempertimbangkan aksi korporasi dari segi regulasi.

Menurut dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal, adanya monopoli bisa merugikan konsumen karena tidak ada kompetitor layanan.

"Di tingkat Asia Tenggara, keduanya terhitung sebagai pemain lokal. Pemain di luar kawasan ini pun berpotensi kalah saing dengan mereka karena tidak memiliki aspek lokalitas. Hal ini menjadi tantangan bagi pemain (lokal) baru yang ingin turut berkompetisi yang mesti menghadirkan inovasi teranyar dan diminati oleh pasar," ujarnya.

Namun, Fithra juga mengatakan bahwa merger akan mendongkrak skala ekonomi Grab dan Gojek sehingga bisa lebih efisien, termasuk dalam menentukan harga. Selain itu, peleburan ini akan sangat bergantung pada keputusan internal perusahaan.

Sementara itu, Guntur S Saragih, komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut belum ada pemberitahuan penilaian dari kedua belah pihak.

Pemberitahuan itu mustinya dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah perusahaaan peleburan terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Hasil dari penilaian nanti bisa saja ditolak atau diterima. Kalaupun diterima, bisa saja bersyarat atau tanpa syarat.

"Tentunya yang menjadi concern kami ada konsentrasi pasar," ujar Saragih.

Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul Peluang Merger Grab-Gojek Terbuka

https://tekno.kompas.com/read/2020/09/17/18000017/kabar-merger-gojek-dan-grab-kembali-mencuat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke