Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

KA Cepat Jakarta – Bandung Butuh Frekuensi

Oleh Moch S Hendrowijono*

ISU penggunaan spektrum 900 MHz selebar 4 MHz yanmg diminta oleh proyek Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) di media, menjadi tarik ulur antara kewenangan, aturan dan kebutuhan operator dan KCIC.

Proyek KCIC untuk jalur Jakarta – Bandung itu sudah selesai sekitar 65 persen, yang membentang antara Stasiun Halim di Jakarta Timur dan Stasiun Tegalluar di kawasan Bandung Timur.

Diperkirakan KCIC akan beroperasi awal tahun 2022 dan hanya berhenti di stasiun-antara Walini, Purwakarta, Jawa Barat. Jalur yang akan membutuhkan 12.000 batang rel itu menembus beberapa bukit dan gunung dengan lima terowongan dan ditunjang 1.741 batang pier.

Masalah permintaan spektrum frekuensi, sesuai aturan perundangan, tidak mungkin bagi perusahaan kereta api, atau siapa pun, selain operator seluler yang berlisensi untuk mendapat alokasi frekuensi.

“Anomali” memang pernah terjadi ketika Bank Rakyat Indonesia mendapat lisensi memiliki dan mengoperasikan satelit, yang akhirnya merepotkan mereka sendiri karena biaya operasinya mahal, transpondernya tidak bisa pula disewakan ke pihak lain.

Selain itu, rentang 900 MHz sudah habis dikuasai oleh Indosat 10 MHz, Telkomsel 7,5 MHz dan XL Axiata selebar 7,5 MHz. Lebar spektrum yang diminta itu ada di rentang yang dimiliki Telkomsel.

Secara teknis kereta api cepat itu membutuhkan pita frekuensi sekitar 4 sampai 5 MHz di spektrum 800 MHz – 900 MHz, namun tanpa kemungkinan memilikinya.

Yang bisa saja terjadi, menurut Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI), Dr Ismail, kerja sama saling menguntungkan dengan sistem berbagi (sharing) antara KCIC dan Telkomsel.

Pola kerja sama ini sesuai maksud UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, hanya saja UU ini belum ada aturan turunannya sehingga belum ada petunjuk pelaksanaannya.

Perlu waktu cukup panjang untuk menerbitkan peraturan pemerintah (PP)-nya, kemudian peraturan dan keputusan menteri terkait untuk soal ini, dan sebagainya.

Beberapa informasi menyatakan bahwa sudah ada pembicaraan antara manajemen PT Telkomsel dan manajemen KCIC, namun belum ada titik temu.

Bagi Telkomsel yang hanya memiliki 7,5 MHz di spektrum 900 MHz, sulit begitu saja menyerahkan penggunaannya kepada pihak lain, selain kendala aturan perundangannya.

Bagi ketiga operator seluler papan atas tadi, spektrum 800 MHz dan 900 MHz masih digunakan untuk layanan generasi kedua (2G), karena rata-rata masih ada sekitar 20 persen pelanggan yang menggunakan ponsel berteknologi 2G.

Di sisi lain teknologi 2G sudah ditinggalkan, frekuensinya digunakan untuk layanan 5G.
Dan, hampir semua vendor teknologi tidak lagi memproduksi peralatan 2G, bahkan juga generasi ketiga (3G).

Mereka fokus ke perangkat teknologi 4G LTE yang juga sudah mulai ke persiapan penggelaran layanan 5G.


Internet of things

Banyak anggota masyarakat bertanya, kenapa KCIC harus punya frekuensi padahal dia bukan operator, dan kalau hanya untuk berkomunikasi kenapa tidak berlangganan saja kepada operator yang ada untuk mendapat layanan itu.

Untuk diketahui, spektrum selebar 4 MHz ini bukan digunakan untuk telefoni atau SMS seperti layanan 2G, melainkan untuk mengontrol peralatan.

Diyakini, untuk mengoperasikan kereta api seperti KCIC dengan kecepatan sekitar 250 kilometer per jam – jarak kedua stasiun tadi bisa ditempuh kurang dari 40 menit – tidak bisa diserahkan kepada hanya seorang masinis di lokomotif.

Operasional dengan peralatan yang kompleks, njlimet dan ratusan jenis perangkat yang saling berkait, tidak mudah dikendalikan oleh seorang masinis, yang tugas utamanya menjalankan dan memberhentikan kereta api.

Namanya saja masinis, machinest, bukanlah sopir atau pilot yang tugasnya lebih banyak dan besar dalam mengendalikan kendaraannya, tidak hanya menjalankan dan memberhentikan.

Masinis sejatinya bukan penguasa atas kendaraan yang dia jalankan, karena pemimpin perjalanan kereta api ada di stasiun.

Peralatan kereta api cepat lebih kompleks dari kereta api kelas sepur klutuk atau kelas Argo sekalipun, sehingga perlu ada kendali kontrol dari stasiun atau pusat kontrolnya. Dan, teknologi 5G yang sudah dijalankan di perkeretaapian China yang dicontek KCIC menggunakan teknologi Internet of Things (IoT).

IoT digunakan untuk meringkas puluhan jenis pekerjaan yang dijalankan oleh ratusan pekerja dengan hanya satu-dua orang saja, dari pusat kontrol.

Semua berjalan dengan kendali gelombang radio dan umumnya menggunakan spektrum milimeter band, frekuensi di atas 3,8 GHz, 26 GHz dan seterusnya.

Pabrik, kompleks industri, jaringan jalan perkotaan bisa dikelola dengan memanfaatkan IoT, misalnya untuk mengoperasikan kendaraan mandiri, autonomous vehicle sebagai angkutan perkotaan.

Kompleks pabrik demikian pula. Pergudangan, misalnya, untuk menaruh dan mengambil barang-barang di rak-rak, menggunakan robot kendaraan yang dikendalikan secara otomatis oleh teknologi IoT, bahkan menggunakan drone untuk mengecek jika terjadi kesalahan.

Namun dalam pertanian, perkebunan, perikanan dan sebagainya yang kawasannya relatif luas, teknologi yang digunakan adalah NB-IoT (narrow band IoT – IoT yang menggunakan gelombang pendek).

Misalnya untuk menyiram atau memberi obat tanaman pada waktu-waktu yang ditetapkan, juga ketika memberi catu makanan bagi ternak yang dikandangkan, menghemat tenaga kerja dan waktu.

Tergantung Telkomsel

Bagi operasional kereta yang berkecepatan tinggi, sangat berisiko menggunakan kontrol yang dikendalikan lewat milimeter band akibat jangkauan frekuensi yang sempit. Hal ini akan berdampak pada sulit terjadinya perpindahan (hand over) frekuensinya.

Untuk diketahui, makin tinggi frekuensi, makin sempit jangkauannya. BTS (base transceiver station) di spektrum 900 MHz bisa punya jangkauan radius layanan antara 2 km sampai 5 km.

Sementara spektrum 2300 MHz seperti yang dimiliki Telkomsel dan Smartfren, cakupannya hanya sekitaran radius 200 meter – 300 meter. Apalagi yang 26000 MHz (26 GHz) ke atas yang menjadi frekuensi favorit untuk layanan 5G.

Hanya saja keuntungannya, milimeter band memberikan kapasitas tinggi untuk satu kawasan yang sama dengan yang diliput oleh spektrum frekuensi rendah semisal 900 MHz. Ini karena cara penggunaan kembali (re-use) frekuensi bisa dilakukan lebih banyak, bisa setiap 200 meter, sementara untuk rentang 900 MHz harus lebih jauh antarBTS-nya.

Dalam kaitan dengan kereta api cepat, mereka tidak akan meminta spektrum frekuensi di 26 GHz yang masih kosong, karena yang dicari bukanlah kapasitas tetapi ketersambungannya.

Sangat sulit melakukan hand over di antara tiang BTS yang berjarak 200-an meter, untuk melayani peralatan yang bergerak 250 km per jam, dan itu hanya mungkin jika menggunakan frekuensi rendah.

Dengan demikian, bisa tidaknya permintaan KCIC untuk alokasi spektrum frekuensi selebar 4 MHz sangat tergantung pada Telkomsel yang menguasainya, walau aturannya kemudian membolehkan.

Bukan soal kesempatan menawarkan harga tinggi bagi yang berminat berbagi frekuensi, namun penggunaan 4 MHz dari 7,5 MHz di spektrum 900 MHz oleh pihak lain akan mengganggu layanan kepada pelanggan 2G-nya Telkomsel.

Anak Kelompok Telkom itu sangat mempertimbangkan kalangan bawah yang masih berlangganan layanan 2G yang jumlahnya lebih dari 25 juta dari 170 juta pelanggannya.

Pendapatan dari kelas itu memang tidak terlalu signifikan, namun dengan niat membela kelas bawah, Telkomsel berjanji layanan itu akan tetap dipertahankan, sampai pelanggannya sendiri yang mundur. (*Moch S Hendrowijono, pengamat transportasi dan telekomunikasi)

https://tekno.kompas.com/read/2021/01/25/17225207/ka-cepat-jakarta-bandung-butuh-frekuensi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke