Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perseteruan dengan ARM di Balik Chip Snapdragon Wear RISC-V dari Qualcomm

Bedanya dari lini dari Snapdragon Wear sebelumnya yang berbasis ARM, calon chip baru Qualcomm ini menggunakan arsitektur RISC-V.

Menurut Qualcomm, arsitektur RISC-V menawarkan kinerja dan efisiensi daya yang lebih baik untuk perangkat mobile seperti arloji pintar.

"Inovasi platform Snapdragon Wear kami akan membantu perkembangan ekosistem Wear OS dan mempersingkat waktu peluncuran perangkat baru," ujar Dino Bekis, VP dan GM bisnis wearable Qualcomm.

RISK-V yang namanya dibaca "risk five" adalah arsitektur chip mobile pesaing ARM. Karena sifatnya yang open source, RISC-V menawarkan alternatif yang lebih murah dan bisa dikustomisasi, ketimbang desain chip ARM yang bersifat tertutup.

Pada Agustus lalu, lima pabrikan chip, termasuk Qualcomm, mengumumkan aliansi untuk melakukan komersialisasi RISC-V dengan cara menanam investasi di perusahaan baru yang mendorong pengembangannya.

Selain Qualcomm, raksasa teknologi lainnya, Google selaku pembuat Wear OS juga mendukung arsitektur RISC-V.

"Kami senang bisa mengembangkan kerja sama dengan Qualcomm dan membawa solusi wearable berbasis RISC-V ke pasaran, ujar GM Wear OS Google, Bjorn Kilburn, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Next Web, Rabu (18/10/2023).

Arsitektur terbuka pesaing ARM

RISC-V dan ARM adalah dua jenis arsitektur (ISA) komputer yang sama-sama berbasis prinsip Reduced Instruction Set Computing. Nama ARM adalah singkatan dari Advanced RISC Machine.

Menurut laman Wevolver, ISA alias Instruction Set Architecture (ISA) adalah rancangan desain set instruksi yang bisa dimengerti dan dieksekusi oleh prosesor.

ISA menjembatani hardware dan software sehingga menentukan cara pengembangan program untuk sebuah prosesor dan ikut mempengaruhi efisiensi, kompatibilitas, dan fleksibilitasnya.

Misalnya, arsitektur x86 berbasis ISA Complex Instruction Set Computing (CISC) yang digunakan pabrikan prosesor PC cenderung berkinerja lebih tinggi, tapi juga lebih boros daya dibanding ARM (RISC).

Perbedaan antara arsitektur RISC-V dan ARM terletak pada keterbukaannya. ARM merupakan ISA tertutup yang bersifat proprietary dan dikendalikan oleh perusahaan tertentu, dalam hal ini Arm Holdings yang berbasis di Inggris.

Sementara, RISC-V bersifat terbuka (open source) sehingga lebih fleksibel dan bisa diadaptasi untuk keperluan spesifik, di samping pengembangannya juga bisa dilakukan oleh komunitas, alih-alih hanya perusahaan tertentu.

ARM memiliki kelebihan dari segi keandalan dan kompatibilitas luas karena variasinya terbatas, tapi arsitekturnya dikenakan biaya lisensi serta kustomisasinya terbatas.

Di sisi lain, dengan mengedepankan sifatnya yang terbuka, RISC-V memungkinkan berbagai pihak, mulai dari peneliti hingga startup, untuk ikut serta dalam pengembangan serta penjualan prosesor dengan arsitektur tersebut tanpa perlu membayar lisensi.

Menurut Qualcomm, keterbukaan ini adalah kunci kelebihan RISC-V dibanding arsitektur proprietary seperti ARM karena siapapun bisa mengkustomisasi rancangan prosesor sesuai kehendak.

"Core prosesor bisa dioptimalkan untuk tujuan yang paling Anda kejar, entah dari segi daya, kinerja, atau luas area fisik," ujar SVP Product Management Qualcomm, Ziad Asghar, dalam laman berisi penjelasan tentang potensi yang ditawarkan RISC-V.

Prosesor dengan arsitektur RISC-V pun fleksibel. Penerapannya luas dan bisa mencakup berbagai macam keperluan, mulai dari sensor gambar dengan AI, sekuriti, telekomunikasi 5G, hingga aplikasi machine learning.

Pemain besar industri mulai menjauhi ARM?

Qualcom sebenarnya adalah salah satu pelanggan terbesar ARM. Arsitektur prosesor ARM dari Arm Holdings banyak dipakai di produk-produk chip bikinannya.

Arm Holdings memang tidak membuat chip sendiri, melainkan hanya merancang prosesor ARM dan menjual desainnya ke pabrikan lain yang kemudian memakai rancangan tersebut di chip masing-masing, seperti Samsung Exynos, Apple M, dan Qualcomm Snapdragon.

Belakangan Qualcomm dan Arm Holdings menjadi tidak akur. Hubungan keduanya mulai bergejolak ketika Nvidia, pabrikan GPU yang kini menjadi kaya raya karena chip AI, hendak mengakuisisi Arm beberapa tahun lalu.

Pada Mei 2022, CEO Qualcomm menyatakan minatnya membeli saham di Arm atau sekalian mengakuisisi perusahaan tersebut. Beberapa bulan kemudian, Arm menggugat Qualcomm ke pengadilan dengan tuduhan menggunakan properti intelektualnya tanpa izin.

Kini, dengan mulai mengadopsi arsitektur RISC-V di produknya, Qualcomm dan pabrikan besar lain seperti Google, juga Samsung, mulai bergerak menjauhi Arm.

Apalagi, seperti yang dituduhkan balik oleh Qualcomm di gugatan hukum Arm, perusahaan Inggris yang dimiliki Softbank tersebut berniat memaksa para pabrikan chip agar hanya menggunakan rancangan buatannya saja di produk mereka dalam beberapa tahun ke depan.

Nantinya, menurut tudingan Qualcomm, para pabrikan chip hanya akan dibolehkan memakai komponen-komponen seperti CPU, GPU, dan pengolah AI yang dirancang oleh Arm saja di dalam produknya.

Dengan adanya dukungan pemain-pemain besar di industri teknologi untuk RISC-V, bukan tidak mungkin pengembangan produk chip dengan arsitektur ini bisa berlangsung cepat dalam waktu singkat sehingga meninggalkan ARM.

Meskipun begitu, layaknya Windows versus Linux, ARM memiliki kelebihan besar berupa dukungan ekosistem. Semua hal di industri mobile, mulai dari hardware, OS, hingga tool developer dikembangkan untuk ARM.

RISC-V masih ketinggalan dalam hal ini. Namun, Google selaku pemilik Android pada akhir tahun lalu telah menyatakan komitmen mendukung pengembangan RISC-V sehingga menjadi "platform tier-1" di Android, setara dengan ARM.

https://tekno.kompas.com/read/2023/10/18/13220557/perseteruan-dengan-arm-di-balik-chip-snapdragon-wear-risc-v-dari-qualcomm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke