Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Aturan Platform Digital Wajib Bayar Konten Berita di Indonesia, Bisa Dinego Bentuk Lain

Kompensasi di sini tidak terbatas hanya pembayaran atas konten berita saja, karena Perpres 32/2024 memungkinkan kerja sama dalam banyak hal antara platform digital dan perusahaan pers, seperti diterangkan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kasong.

"Bukan cuma membayar seperti di negara lain. Ada negosiasi. Perpres ini membuka ruang negosiasi antara platform dengan perusahaan pers," ujar Usman saat dihubungi oleh KompasTekno, Rabu (6/3/2024).

Selain lisensi berbayar atas konten berita, Pasal 7 Perpres 32/2024 menyebutkan bahwa kerja sama platform digital dengan perusahaan pers juga bisa berupa bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita, atau bentuk lain yang disepakati.

Dian Gemiano, CMO KG Media yang ikut terlibat dalam pembahasan mengenai draft Perpres "Publisher's Rights" di kelompok kerja Dewan Pers, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa bahwa bagi hasil alias revenue sharing sebenarnya sudah dijalankan oleh perusahaan-perusahaan pers dan platform digital.

Hanya saja, Perpres Publisher's Rights menempatkan kerja sama tersebut dalam ranah hukum yang jelas.

Begitupun dengan berbagi data. Dia mencontohkan media-media online yang menggunakan tool analytics sebenarnya sudah melakukan hal ini, meskipun nanti dalam pelaksanaannya mungkin perlu dibicarakan lagi karena bisa terkait dengan regulasi lain seperti UU Perlindungan Data Pribadi.

Model kerja sama baru yang disebut dalam Perpres tersebut adalah lisensi berbayar atas konten berita. Dasarnya adalah platform global mengumpulkan konten dari berbagai sumber, termasuk perusahaan pers.

Pembayaran konten berita oleh platform digital sudah dilakukan di negara-negara yang telah lebih dulu memberlakukan regulasi serupa Pilpres "Publisher's Rights, seperti Kanada dan Australia.

"Karena mereka juga monetize dari situ (konten berita), maka kami minta license," jelas Gemiano, yang akrab disapa Gemi, ketika dihubungi KompasTekno, Rabu (21/2/2024). Dia menambahkan bahwa perlu dicari jalan tengah yang sama-sama menguntungkan pihak platform digital dan perusahaan pers.

Gemi mencontohkan Google News Showcase yang merupakan program lisensi konten global di sejumlah negara. News Showcase mengumpulkan konten jurnalisme berkualitas dari perusahaan-perusahaan media yang berpartisipasi, untuk ditampilkan di produk Google seperti Google News dan Discover.

Konten yang diperoleh lewat News Showcase itu dibeli oleh Google sehingga perusahaan media yang memproduksinya mendapat pemasukan.

"Solusi-solusi semacam ini yang mesti kita dorong dan cari. Jalan tengah yang saling menguntungkan," ujar Gemi. "Tujuannya bukan memusuhi platform, melainkan mengajak kerja sama."

Diperlukan untuk mendukung jurnalisme berkualitas

Ketika mengumumkan disahkannya Perpres 32/2024 pada 20 Februari lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa regulasi tersebut dimaksudkan sebagai kerangka hukum yang jelas bagi kerja sama perusahaan pers dengan platform digital.

Tujuannya agar terwujud kerja sama yang lebih adil antara kedua pihak sehingga memastikan keberlanjutan industri media nasional. "Pemerintah mengatur hubungan bisnis antara perusahaan pers dengan platform digital dengan semangat untuk meningkatkan jurnalisme yang berkualitas," ujar Presiden saat itu.

Dalam rilis di situs Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Wamenkominfo Nezar Patria mengatakan tujuan utama Perpres 32/2024 adalah meminta platform digital memprioritaskan jurnalisme berkualitas yang sesuai dengan undang-undang pers.

Sebab, media mainstream mengalami ketimpangan signifikan akibat transformasi digital dan peruabahan model bisnis.

"Perpres Publisher's Rights ini diharapkan dapat menjadi pondasi yang kuat untuk masa depan jurnalisme berkualitas di Indonesia, memastikan bahwa industri pers dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan dan kemajuan teknologi yang terus berubah," ujar Nezar.

Terkait hal tersebut, CMO KG Media Dian Gemiano mengatakan bahwa Perpres 32/2024 memang dilatarbelakangi oleh kondisi media di Indonesia yang terhimpit oleh disrupsi digital.

Salah satu penyebabnya adalah posisi dominan para penyedia platform digital yang menyebabkan institusi-institusi pers jadi terlalu bergantung untuk distribusi konten dan monetisasi atau model bisnis.

Akibatnya, menurut Gemi, konten berita berkualitas sulit ditemukan karena sering kali bertentangan dengan cara kerja algoritma yang digunakan untuk menampilkan konten di platform digital.

"Kami tidak menampik bahwa platform global juga memberi kontribusi revenue, tapi yang kami inginkan adalah kesetaraan dan transparansi dalam bisnis, itulah yang kami tuntut lewat Publisher's Rights," ujar Gemi.

Pemerintah tak campur tangan

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kasong mengatakan Perpres Nomor 32 Tahun 2024 berlaku untuk semua platform digital yang mendistribusikan dan mengomersialisasikan berita dari perusaahan pers.

"Maksud berita adalah berita yang didistribusikan oleh platform digital itu," kata Usman. "Jadi kita tidak memikirkan atau mengatur cara mendapatkannya (berita) bagaimana. Tapi yang kita tegaskan adalah berita yang didistribusikan di platform digital," imbuhnya.

Perpres 32/2024 turut mengatur pembentukan komite pengawas untuk memastikan pemenuhan kewajiban platform digital kepada perusahaan pers.

Awal pekan ini, gugus tugas Dewan Pers yang beranggotakan representatif Dewan Pers, ditambah perwakilan konstituen dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) telah menetapkan tim seleksi anggota komite pengawas platform digital

Anggota komite yang nantinya berjumlah paling banyak 11 orang bakal terdiri dari tiga unsur, yakni perwakilan Dewan Pers yang tidak mewakili perusahaan pers, kementerian, serta pakar layanan platform digital yang tidak terafiliasi dengan perusahaan platform digital atau perusahaan pers.

Usman mengatakan, kerja sama antara platform digital dan perusahaan pers akan bersifat antar bisnis alias B2B, tanpa ada campur tangan pemerintah maupun pihak lain. Adapun komite pengawas bertugas memediasi apabila ada perbedaan pendapat atau sengketa.

"Kita serahkan B2B kepada platform maupun perusahaan pers. Sejauh mana mereka bernegosiasi dan bagaimana mereka mencapai kesepakatan," tandasnya.

https://tekno.kompas.com/read/2024/03/09/09300017/aturan-platform-digital-wajib-bayar-konten-berita-di-indonesia-bisa-dinego

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke