Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Batik Sepanjang Masa

Kompas.com - 11/08/2008, 17:57 WIB

"Usaha di Surabaya tak berkembang, sulit mencari pembatik, juga karena tempat usahanya di pengungsian," tutur Ny Kasigit.

Kembali ke Solo awal 1950, pasangan ini memulai lagi produksi batik dengan lima karyawan. Kombinasi produksi batik tulis dengan cap baru dilakukan tahun 1953 setelah modal bertambah.

"Sekitar tahun 1953 pengusaha batik di Solo juga terbantu karena dapat jatah pembelian kain mori dari Gabungan Koperasi Batik Indonesia," ujarnya.

Tahun 1954 mereka menyewalahan seluas hampir 5.000 meter persegi di kawasan Punggawan, Solo. Seiring perkembangan usaha, lahan ini mereka beli di kemudian hari.

"Saya bagian ngurus pembatik, suami menyiapkan bahan-bahan warna dan cari pasar," ujar Niniek tentang pembagian kerja dengan suami, masa itu.

Penyegaran

Menjelang tahun 1960 dia merasa perlu penyegaran kreasi pada batik. "Saya kok kayak bosen, terus kepikir kasih warna-warna lain, tidak hanya sogan," ujarnya.

Perubahan warna juga mendorong adopsi beragam corak batik dari daerah lain. Namun, perubahan menuntut energi lebih. "Sampai saya tumpuk kain-kain yang sudah dibatik, menunggu warnanya siap. Wis embuh, rusak yo embuh," katanya menceritakan upaya memaksa suaminya mencari warna baru dengan membiarkan hasil pembatikan menumpuk dan terancam rusak.

Pasar menyambut baik kreasi baru ini. Dari 5 karyawan ketika berdiri, Batik Semar berkembang dengan sekitar 200 karyawan pada 1960- an.

Sejak abad ke-19, teknik printing yang diimpor dari Eropa untuk membuat kain bermotif batik mulai berkembang di Indonesia. Pasar pun menuntut produk batik yang lebih murah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com