Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PENYIMPANGAN

Menunggu Aksi KPK

Kompas.com - 16/12/2011, 03:37 WIB

Saat berada di Madinah, seorang kiai dari salah satu kelompok bimbingan ibadah haji di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menyodorkan 42 nama jemaah haji dari daerah tersebut. Mereka seharusnya berangkat antara tahun 2012 dan 2017, tetapi bisa berangkat tahun 2011 setelah mendapat porsi dari Kementerian Agama Republik Indonesia.

Rupanya ada tambahan biaya yang mereka bayar, Rp 10 juta, di luar ongkos resmi untuk haji reguler, 3.589 dollar AS (sekitar Rp 32 juta). ”Mereka bisa berangkat tahun 2011 tidak lepas dari keterlibatan oknum pejabat di Kementerian Agama yang memegang porsi. Padahal, jemaah yang antre di belakang banyak. Mohon Bapak dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut hal ini,” demikian isi surat kiai tersebut dan ditujukan kepada KPK.

Pada musim haji tahun ini, KPK merilis hasil survei dan menempatkan Kementerian Agama pada peringkat terbawah dalam indeks integritas di antara 22 instansi pusat. Kemenag hanya mendapat angka 5,37 dari standar integritas pusat 7,07. Alasannya, di dalamnya terlalu banyak suap dan gratifikasi, terutama dalam penyelenggaraan haji.

Tahun ini pula KPK menurunkan tim ke Arab Saudi untuk mengawasi pelaksanaan ibadah haji. Kedatangan KPK ke Arab tidak banyak diketahui khalayak, berbeda dengan kehadiran pemimpin rombongan haji (amirulhaj) Indonesia yang juga Menteri Agama Suryadharma Ali dan Ketua DPR RI Marzuki Alie di Arab Saudi.

Ikut bermain

Berdasarkan informasi dari beberapa pemimpin KBIH yang enggan disebut namanya, sejak tahun 2005 anggota DPR RI sebenarnya sudah memantau dan mengawasi pelaksanaan haji. Namun, setelah mengetahui jaringan dan seluk-beluk pelaksanaan haji, mereka justru ”ikut bermain” dalam mendapatkan porsi dari Kemenag.

Mereka juga ikut menyediakan makanan dan pondokan jemaah haji di Arab Saudi, terutama Madinah. ”Tanpa ada rekomendasi dari anggota DPR, jangan harap hotel-hotel dan perusahaan jasa boga di Madinah bisa mendapat proyek memasok makanan atau menjual kamar kepada jemaah Indonesia,” kata mukimin (orang Indonesia yang bermukim di Arab Saudi) dari salah satu biro perjalanan haji dan umrah di Jeddah, Arab Saudi.

Hal tersebut menjadi pembicaraan umum, tetapi membuktikannya tak mudah. Butuh lembaga hukum, seperti KPK, untuk mendapatkan fakta otentik. Dosen IAIN Wali Songo Semarang, Jawa Tengah, yang juga Ketua Kelompok Terbang (Kloter) 89, M Arja Imroni, juga mensinyalir adanya permainan dalam penyediaan pemondokan haji Indonesia.

 ”Untuk mendapat pondokan di Mekkah, Pemerintah Indonesia harus berurusan dengan broker. Saya banyak mendengar ini dari para mukimin di Mekkah,” ungkap dia.

Sementara jemaah haji tinggal di pemondokan yang jauhnya 2-3 km dari Masjidil Haram—tahun lalu bahkan bisa 7 km—jemaah asal Malaysia tinggal di tempat yang dekat dengan pusat ibadah itu.

Ny Eka Zahra, warga negara Malaysia kelahiran Indonesia, pada ibadah haji tahun 2009 mengaku ditempatkan di pondokan yang berjarak hanya 350 meter dari masjid. Tahun 2011, biaya yang dibayar jemaah haji Malaysia 9.980 ringgit Malaysia (sekitar Rp 28 juta) untuk yang baru pertama kali berhaji, sementara biaya total per jemaah sebenarnya 14.340 RM. Jadi bagi pemula, ada subsidi sebesar 4.360 RM (naik hampir 1.000 ringgit dari tahun lalu yang 3.060 RM).

Bandingkan dengan Indonesia yang tahun ini biayanya sekitar Rp 32 juta dengan pengembalian uang haji 1.500 riyal (sekitar Rp 3,65 juta) untuk biaya hidup selama ibadah.

Sudah saatnya Pemerintah Indonesia juga mengelola tabungan haji Indonesia secara transparan untuk menyelenggarakan ibadah haji yang profesional. Kali ini, tak ada salahnya meniru Malaysia. (gun)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com